Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/06/2020, 09:09 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Salah satu tradisi paling identik pada upacara pernikahan adat Betawi adalah adanya roti buaya.

Pesta pernikahan adat Betawi seakan tak lengkap jika tidak terdapat sepasang roti buaya yang diusung bersama barang seserahan.

Baca juga: Resep Sayur Gabus Pucung, Kuliner Khas Betawi yang Kian Langka

Dalam buku “Kuliner Betawi: Selaksa Rasa & Cerita” produksi Akademi Kuliner Indonesia yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, disebutkan bahwa sepasang roti buaya melambangkan mempelai pria dan wanita yang akan menikah.

Roti buaya berukuran besar melambangkan mempelai pria, sedangkan yang berukuran lebih kecil melambangkan mempelai wanita.

Ada pula beberapa roti buaya yang sangat kecil sebagai perlambang bahwa mempelai wanita siap melepas masa lajang dan menjadi istri untuk memberikan keturunan kepada mempelai pria.

Manifestasi siluman buaya

Konon bentuk buaya ini adalah manifestasi dari pemahaman masyarakat Betawi soal siluman buaya. Siluman buaya ini bertempat tinggal di sumber mata air di lingkungan sekitar tempat tinggal masyarakat Betawi.

“Roti buaya adalah simbol lanjut kehidupan. Karena si buaya siluman ini menjaga salah satu sumber kehidupan yakni entuk atau sumber mata air,” jelas Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (17/6/2020).

Ilustrasi buaya muara. KOMPAS.com/STANLY RAVEL Ilustrasi buaya muara.

Sumber mata air tersebut biasanya ditumbuhi pepohonan rimbun, yang membuat banyak orang beranggapan bahwa tempat itu adalah tempat yang angker dan dijaga oleh siluman buaya.

“Jadi kalau kamu lewat situ maka kamu harus numpang-numpang. Permisi gitu. Kalau dikatakan tidak boleh buang air disitu, kalau tidak nanti akan ketemplokan atau kemasukan setan,” sambung Yahya.

Maka dari itu, bentuk buaya yang kemudian dipilih jadi simbol melanjutkan kehidupan baru dalam prosesi pernikahan. Sepasang roti buaya diibaratkan sebagai sepasang keluarga baru yang dianggap akan meneruskan kehidupan ini.

“Yang dalam istilah bahasa Betawi lama itu siluman buaya disebutnya ‘aji putih nagaraksa’,” kata Yahya.

Selain berasal dari legenda siluman buaya, bentuk buaya dipilih sebagai simbol janji setia kedua mempelai karena konon buaya adalah hewan paling setia dan hanya memiliki satu pasangan di sepanjang hidupnya.

Dalam buku “Kuliner Betawi: Selaksa Rasa & Cerita”, karena hal itu masyarakat Betawi percaya bahwa roti buaya akan membawa keberuntungan, kemakmuran, harapan, dan kesetiaan pada tiap pasangan yang baru menikah.

Dahulu tidak dibuat dari roti

Roti buaya yang kita kenal saat ini ternyata tak selamanya dibuat dari roti. Menurut Yahya, masyarakat Betawi sebelumnya membuat bentuk buaya dari anyaman daun kelapa.

“Kemudian ada juga para tukang, ahli yang membuatnya dari kayu dibentuk dan diukir jadi kaya buaya,” tutur Yahya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com