Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/06/2020, 15:43 WIB
Silvita Agmasari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemandangan tenda pecel lele yang khas sudah bukan hal asing saat malam di Jakarta. Pecel lele bisa dibilang comfort food alias makanan sehari-hari warga Jakarta.

Uniknya pecel lele umumnya  dijual bersama soto lamongan. Kedua makanan ini sebenarnya punya hubungan erat.

Kehadiran pecel lele yang dijual bersama soto lamongan, sekaligus menjawab asal usul pecel lele menjadi makanan yang akrab bagi warga Jakarta.

Baca juga: Kenapa Spanduk Soto Lamongan Bisa Sama?

"Pecel lele itu tersebar mulai akhir tahun 1970-an, orang-orang mulai adopsi pecel lele untuk dijual sama soto lamongan di Jakarta dan akhirnya tersebar,” ujar Jali Suprapto (74), pada Kompas.com, saat dikunjungi di warung makan Lamongan miliknya pada 2017.

Jali Suprapto ialah salah satu yang membawa soto lamongan bersama temannya ke Jakarta pada awal tahun 1960.

Jali bercerita awalnya pecel lele dijual di daerah Jawa Timur, termasuk Lamongan pada 1970.

Pada akhirnya penjual soto lamongan gelombang pertama yang merantau ke Ibu Kota pada 1950-1960an menambahkan pecel lele pada menu mereka.

Hartono (47) sedang melukis spanduk Soto Lamongan yang dipesan kepadanya, di bengkel kecilnya, Kedoya, Bekasi, Selasa (30/5/2017). Jemarinya masih lincah mencampur warna demi warna diatas lembaran kertas spanduk, ditengah himpitan spanduk print yang banyak mendominasi pasar.KOMPAS.com/Muhammad Irzal Adiakurnia Hartono (47) sedang melukis spanduk Soto Lamongan yang dipesan kepadanya, di bengkel kecilnya, Kedoya, Bekasi, Selasa (30/5/2017). Jemarinya masih lincah mencampur warna demi warna diatas lembaran kertas spanduk, ditengah himpitan spanduk print yang banyak mendominasi pasar.

Di tempat yang berbeda, Soen’an Hadi Poernomo, Ketua Putra Asli Lamongan (Pualam) menjelaskan pada Kompas.com saat ditemui di Lenteng Agung, pada 2017.

Menurutnya masyarakat Lamongan memilih lele ketimbang ikan jenis lain karena memiliki ketahanan hidup yang kuat, sehingga ikan segar sebelum dimasak.

Baca juga: Terungkap Alasan Spanduk Soto Lamongan Pakai Kain yang Dilukis

“Lele itu punya labirin di dalam tubuhnya, jadi tanpa air atau di tempat berlumpur yang ekstrem pun bisa bertahan hidup, akhirnya digoreng pas masih segar,” ujar Soen'an yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Perikanan Jakarta.

Orang Jakarta awalnya jijik dengan lele

Meski lele sudah bisa dijual sekitar tahun 1970-an akhir di Jakarta, upaya penjualannya tidaklah mulus.

Hartono, salah satu warga Lamongan yang sempat berjualan lele di awal kedatangannya tahun 1980, mengatakan tidak langsung menawarkan lele pada pelanggan.

“Jual lele itu ada prosesnya, memang di Lamongan sudah dijual, tapi dikenalkan ke Jakarta itu gak langsung lele, dicoba ikan-ikan lain dulu, kayak ikan gabus, bawal dan yang lainnya baru lele,” ujar Hartono.

Baca juga: 5 Restoran Seafood di Jakarta dan Sekitar yang Layani Pesan Antar Makanan

Hartono saat ini memilih menggeluti usaha spanduk lukis Soto Lamongan di Bekasi.

Ia juga mengatakan, saat langsung menawarkan lele tanpa pilihan lain pelanggannya belum mengenal dan justru merasa jijik.

Ilustrasi peternak ikan lele KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA Ilustrasi peternak ikan lele

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com