Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Waode Nurmuhaemin
Penulis

Praktisi pendidikan, penulis buku dan novel pendidikan

"Marketplace" Guru

Kompas.com - 31/05/2023, 17:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUNIA pendidikan sedang heboh. Saat rapat dengan DPR pada 26 Mei 2023, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim menyampaikan usulan yang dianggap solusi permasalahan guru honorer yang tidak kunjung selesai.

Kemdikbud Ristek akan mengubah model rekrutmen guru tahun 2024, melalui "Marketplace" guru. Disusul dengan peryataan bahwa syaratnya adalah guru yang sudah PI dan lulus PPG prajabatan.

Penjelasan pak Menteri juga menyebutkan bahwa "marketplace" ini akan berfungsi sebagai talent pool.

Menurut dia, pihak yang akan mengangkat ASN adalah sekolah, di mana kepala sekolah yang akan menentukan bahwa guru yang ada di marketplace akan dipilih oleh sekolah.

Sehingga guru yang telah dipilih akan langsung diangkat jadi ASN. Dengan demikian, pengangkatan ASN akan bersifat real time. Pihak Kemedikbud juga akan mentransfer langsung gaji guru di sekolah.

Wacana ini jelas mendapat tanggapan keras dari para guru. Saat ini, masalah guru PI yang sudah lulus passing grade belum dituntaskan.

PPG prajabatan yang harusnya ditempatkan setelah prajabatan malah ditempatkan di "Marketplace" untuk dipilih oleh para kepala sekolah.

Masalah paling rumit adalah sekolah tidak boleh lagi mengangkat guru honerer.

Banyak pertanyaan dari program tersebut, bagaimana nasib fresh graduate? Bagaimana nasib sekolah swasta, apakah mereka juga mendapat transferan dari Kemdikbud Ristek untuk mengangkat guru secara mandiri? Jika tidak, bukankah ini menciptakan diskriminasi?

Jika mereka yang boleh mengajar hanya guru berstatus P1 dan guru-guru honorer, apakah tidak akan menambah masalah kelangkaan guru?

Masalah lain, istilah "marketplace" seolah menghina harga diri guru, layaknya tengah dijual. Profesi mulia yang selama puluhan tahun jadi standar profesi tanpa tanda jasa menjadi terdegradasi. Guru ditaruh di "Marketplace".

Sistemnya pun model chekout oleh kepala sekolah. Jika kepala sekolah batal chekout guru, apakah harus ditaruh di troli dulu?

Apa tidak ada istilah lain yang bisa menjaga harkat dan martabat guru?

Kekhawatiran dengan sistem ini terkait korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Apakah para kepala sekolah tidak akan memilih kerabat dan temannya untuk dipilih jadi guru di sekolahnya?

Dengan semua kericuhan itu, seharusnya DPR memberikan masukan agar Kemdikbud Ristek secara sungguh-sungguh menyelesaikan masalah guru PI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com