Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikolog UGM Jelaskan Apa Itu FOPO dan Dampaknya bagi Kesehatan Mental

Kompas.com - 16/05/2023, 10:33 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

Sumber UGM

KOMPAS.com - Selain istilah FOMO, apakah kamu pernah mendengar istilah FOPO? FOPO merupakan singkatan dari Fear of Other People’s Opinions.

Sehingga bisa dikatakan FOPO adalah ketakutan terhadap pendapat orang lain ini tentunya bisa sangat mengganggu kehidupan jika muncul secara terus menerus.

Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) T. Novi Poespita Candra menjelaskan, saat ini FOPO telah menjadi fenomena di masyarakat Indonesia.

Bahkan, dalam beberapa waktu terakhir fenomena ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat.

"Ditambah dengan penggunaan media sosial menjadi salah satu pemicu orang-orang mengalami FOPO," urai Novi Poespita Candra seperti dikutip dari laman UGM, Senin (15/5/2023).

Baca juga: Peserta UTBK SNBT 2023 Akui Durasi Waktu Kurang di Subtes Tertentu

FOPO dibentuk oleh budaya dan pendidikan

Ia menerangkan, melalui media sosial (medsos) pendapat orang semakin terbuka, imagenya juga terbuka. Meskipun ada beberapa orang yang memang sejak dulu selalu mengkhawatirkan pendapat orang.

Novi mengatakan di Indonesia FOPO dibentuk oleh budaya dan pendidikan. Budaya feodalisme dan konfromitas yang masih lekat di masyarakat berkontribusi kuat terhadap terbentuknya FOPO pada manusia-manusia Indonesia.

"Budaya feodal misalnya senior mengatur persepsi publik ini. Lalu, soal konfromitas, dari kecil anak-anak diajari punya pemikiran selalu sama. Jika berbeda sedikit saja akan dibilang aneh karena sudah dibiasakan dengan keseragaman," terangnya.

Dosen Fakultas Psikologi UGM ini menyebutkan, karena pendidikan yang ada menyeragamkan semua individu, akhirnya menjadikan manusia-manusia Indonesia menjadi lebih mementingkan pendapat atau pikiran orang lain tentang dirinya dibandingkan pendapatnya sendiri akan dirinya.

Selain itu, keberadaan media sosial dimana image atau perspektif seseorang dibentuk oleh platform ini.

Misalnya, banyak diskusi dan obrolan terkait parameter kesuksesan bagi anak muda. Anak muda dianggap sukses jika di usia 20-an tahun sudah memiliki penghasilan atau usaha sendiri. Karena wacana di media sosial tersebut orang mulai membandingkan dirinya.

"Akhirnya membandingkan dirinya. Sudah usia 30 tahun tetapi belum ada bisnis sendiri dan akhirnya mulai insecure karena hidup tidak sesuai harapan kebanyakan orang," beber Novi.

Kondisi ini, lanjutnya, terjadi karena seseorang belum memiliki kesadaran akan identitas diri sendiri.

Di usia remaja seseorang harus mengenal dirinya, jika diberikan ruang untuk mengenal dirinya maka akan memiliki kesadaran diri terhadap dirinya.

Baca juga: Beasiswa Djitu 2023 Khusus Pelajar Perempuan Dibuka, Ini Syaratnya

FOPO picu orang jadi mudah stres 

Apabila kesadaran diri ini sudah dimiliki maka identitas diri bisa terbentuk baik sehingga tidak akan cemas pendapat orang lain dan tidak takut berbeda.

Halaman:
Sumber UGM


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com