Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Keringanan UKT, Rektor UNS: Mahasiswa Bisa Ajukan

Kompas.com - 26/01/2023, 11:27 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Belum lama ini dunia maya tengah dihebohkan dengan kisah pilu salah satu mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berjuang untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) hingga berujung meninggal dunia.

Nampaknya, permasalahan UKT masih menjadi momok persoalan tersendiri. Bahkan hingga viralnya berita tersebut, muncul pemberitaan bahwa akses Pendidikan Tinggi sulit bagi orang miskin. Lantas, benarkah demikian?

Baca juga: UGM Telah Berikan Keringanan UKT ke 36.963 Mahasiswa Selama 3 Tahun

Menanggapi hal tersebut, Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Jamal Wiwoho mengatakan, terkait penentuan UKT mahasiswa sudah tertulis dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Tak lupa, penentuan besaran UKT juga berdasarkan kemampuan atau keadaan ekonomi setiap mahasiswa.

Misalnya saja, saat registrasi mahasiswa baru diminta untuk mengunggah berkas, seperti mengunggah Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), biaya telepon, biaya listrik, biaya air, gaji orangtua, dan sebagainya.

"Berkas-berkas tersebut sebagai bukti lain agar alat estimasi penentuan UKT mahasiswa menjadi tepat," ujar Prof. Jamal mengutip laman UNS, Kamis (26/1/2023).

Prof. Jamal menambahkan, dalam menentukan UKT terkadang tidak seratus persen bisa tepat.

Maka dari itu, bagi mahasiswa yang UKT-nya dianggap tidak tepat bisa mengajukan keringanan.

Kementerian, lanjut dia, juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengajukan keringanan UKT atau penundaan UKT.

Adapun wujud keringanan UKT dapat berupa pemotongan sekian persen dari UKT normal, penurunan grade UKT, atau mendapatkan pembebasan UKT.

"Jadi, ini adalah cara-cara agar akses pendidikan khususnya terkait dengan besarnya UKT tidak membebani. Bahkan manakala UKT mahasiswa dikata masih membebani, dengan pemberian bukti yang cukup maka bisa saja UKT mahasiswa tersebut berubah," kata dia.

Baca juga: Ini 10 Kampus Tujuan Terfavorit, buat Daftar LPDP 2023

Kampus dalam memutuskan pemberian potongan UKT mahasiswa, perlu koordinasi bersama antara Program Studi (Prodi), fakultas dan universitas.

Hal ini supaya penurunan UKT mahasiswa bisa segera diverifikasi dan diputuskan jumlah potongannya.

"Hal tersebut kita lakukan karena ini terkait dengan akuntabilitas pengelolaan keuangan kita. Maka, jumlah berapapun yang harus dikurangi, harus berdasarkan keputusan yang tepat," kata Prof. Jamal.

Prof. Jamal juga menegaskan, dalam memperluas akses pemerataan pendidikan, pemerintah telah membuat program Wajib Belajar 12 tahun secara gratis.

Namun harapannya pemerintah juga bisa melakukan perubahan dengan memperpanjang kewajiban sekolah gratis secara perlahan.

Jadi, tak ada lagi pemberitaan pendidikan tinggi sulit bagi si miskin. Pendidikan harus bebas akses entah bagi si kaya atau si miskin.

Dengan demikian, persoalan dalam bidang pendidikan, seperti masalah UKT perlahan bisa diselesaikan.

Baca juga: Muhammadiyah Tambah 1 Universitas Lagi di Sulawesi Selatan

"Karena pada dasarnya pendidikan adalah pilar kita untuk menuju masa depan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan demikian, setiap masyarakat punya hak untuk mengakses pendidikan hingga ke Pendidikan Tinggi," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com