Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/01/2023, 09:07 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Isdiarto, Kepala Sekolah SD 26 Krui, Lampung, harus menempuh jarak cukup jauh dari ibukota kecamatan menuju sekolahnya yang terletak di wilayah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.

"Untuk mencapai sekolah kami dari Ibu Kota Kecamatan Bangkunat kurang lebih berjarak 20 sampai 30 kilometer. Dengan akses jalan yang masih tanah dan ada 5 muara yang harus kita seberangi, cuma alhamdulillah sudah ada dua yang memiliki jembatan walaupun masih sangat terbatas kondisinya," tutur Isdiarto dalam keterangannya.

Ia harus melewati lima muara dengan akses jembatan tidak memadai, mengarungi kubangan lumpur bila musim hujan tiba, bahkan harus menerabas sungai bila pasang naik.

Baca juga: Kisah Guru Nofri, Rela Tempuh 40 Jam Perjalanan demi Berbagi Ilmu

"Untuk siswa sendiri menuju sekolah rata-rata masih berjalan kaki karena akses jalan di lingkungan sekolah adalah jalan tanah dan ketika musim hujan jalannya banyak digenangi dengan lumpur," tuturnya.

Sesampainya disekolah, Isdiarto masih harus membersihkan diri dan berganti pakaian untuk siap mengajar para muridnya dan memimpin para guru.

Tantangan berikutnya setelah akses jalan adalah minimnya sarana dan prasarana sekolah.

"Keterbatasan sarana dan prasarana dari mulai jalan kemudian dari sinyal internet dan juga PLN yang belum ada," ujarnya.

Meski begitu, bagi Isdiarto dan dewan guru di SD 26 Krui, keterbatasan bukan berarti halangan dalam memajukan pendidikan. Berbagai keterbatasan tidak membuat tekat Isdiarto pudar untuk mengembangkan sekolah serta memberikan pendidikan terbaik bagi peserta didik di sekolah.

Baca juga: Beasiswa bagi Guru ke Jepang 2023, Uang Saku Rp 16 Juta Per Bulan

Salah satu langkah yang dilakukannya untuk tetap memajukan sekolah di tengah keterbatasan ialah mengikuti Program Sekolah Penggerak agar sekolah dapat leluasa untuk berinovasi menaklukkan tantangan tersebut.

Isdiarto maupun dewan guru tetap semangat bepergian ke wilayah kecamatan yang memiliki akses internet yang stabil untuk bisa mengikuti pelatihan dan pendampingan secara daring.

“Motivasi saya mengikuti Program Sekolah Penggerak adalah meningkatkan sumber daya manusia, pola pikir, cara mengajar, dari dewan guru kami, karena rata-rata dewan guru yang mengajar di sekolah adalah lulusan SMA,” kata Isdiarto saat menceritakan motivasinya mengikuti Program Sekolah Penggerak.

Berkat perjuangannya, perubahan baik mulai terlihat di sekolah.

Perubahan tersebut termasuk partisipasi orangtua murid. Orangtua yang awalnya tidak terlibat, kini dengan bekal Program Sekolah Penggerak, orangtua dilibatkan dalam aktivitas proyek di sekolah, mulai dari menyiapkan bahan hingga mengevaluasi karya anak di rumah.

Baca juga: Lulusan S1 Mau Jadi Guru? Kemendikbud Buka 40.000 Kuota Calon Guru di PPG

Isdiarto memang berharap, anak didik mereka bisa mendapatkan pembelajaran yang sama seperti anak-anak di daerah lain.

Ia berharap sekolah mereka juga dapat menjadi tempat untuk pengembangan karakter peserta didik dalam menciptakan generasi yang berprofil Pelajar Pancasila.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com