Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum Surabaya Ungkap 5 Alasan Perppu Cipta Kerja Tidak Tepat

Kompas.com - 16/01/2023, 11:31 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Polemik diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menimbulkan kegaduhan bagi masyarakat Indonesia.

Keberadaan Perppu 2/2022 disebut mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat (cacat formil) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Baca juga: Pakar UM Surabaya Sebut Bahaya Nitrogen Cair di Jajanan Ciki Ngebul

Pakar Hukum UM Surabaya, Satria Unggul Wicaksana menyebut, diterbitkannya Perppu Cipta Kerja menimbulkan berbagai permasalahan yang mendasar.

Menurut dia, ada 5 alasan mengapa Perppu Cipta Kerja dinilai tidak tepat.

Pertama, pemerintah sibuk melegitimasi kekuasaannya, tidak memperhatikan keadaan konstitusi, pasca terbitnya Perppu Cipta Kerja yang sebenarnya adalah cara mengelabui regulasi perundangan, mengingat Putusan MK 91 tahun 2020 tidak betul-betul dijalankan dan memperbaiki akar masalahnya, yaitu mengupayakan agar cacat formil dalam pembentukan UU Cipta Kerja betul-betul diperbaiki.

"Terbitnya Perppu Cipta Kerja ini karena pemerintah dan DPR gagal memenuhi putusan MK untuk melakukan perbaikan dalam dua tahun, kemudian justru memaksakan pemberlakuan UU Cipta Kerja melalui Perppu Cipta Kerja," kata dia dalam keterangannya, Senin (16/1/2023).

Satria yang juga Direktur Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) UM Surabaya menyebut isi Perppu Cipta Kerja adalah bentuk lain copy-paste dari UU Cipta Kerja dengan mempertahankan kesalahan-kesalahan legislasi yang dilakukan.

Kedua, praktik pembuatan Perppu yang ugal-ugalan dengan alasan resesi global bertentangan dengan tujuan negara hukum.

Menggunakan alasan resesi dan ekonomi global sebagai alasan dalam melakukan regulasi, tentu hal tersebut sangat jauh bertentangan dengan keadaban konstitusi dan konteks negara hukum yang mengedepankan adanya pembatasan kekuasaan dan jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) warga negara.

Ketiga, pengabaian hak warga negara dan kelompok rentan.

Baca juga: Ikut SNPMB 2023? Ini 7 PTN dengan Lulusan Cepat Dapat Kerja

Pada konteks diterbitkannya Perppu Cipta Kerja tentunya mengabaikan kelompok rentan, seperti buruh yang semakin kehilangan hak-hak dasarnya, seperti pesangon, penentuan upah minimum, perluasan obyek pekerjaan yang dapat menerapkan sistem outsourcing hingga mekanisme perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang tidak mengenal batas waktu.

"Hal tersebut tentunya sangat berdampak buruk bagi buruh, serta sederet persoalan yang menimpa kelompok rentan lainnya seperti kelompok disabilitas, perempuan, dan kelompok masyarakat lainnya," tegas dia.

Keempat, penerapan regulasi yang kudeta konstitusi melalui hukum.

Pada Pasal 184 b pada Perppu Cipta Kerja betul-betul mengabaikan mandat dari putusan MK 91 tahun 2020 yang mewajibkan pemerintah untuk betul-betul evaluasi regulasi yang bermasalah, dan menggunakan segala cara yang menandakan telah terjadi kudeta konstitusi melalui hukum dan kekuasaan kehakiman, seperti MK melalui putusannya tidak dihormati.

Sehingga dapat disebut sebagai penghinaan terhadap mahkamah konstitusi (contempt of constitutional court).

Kelima, pelaziman dan legitimasi regulasi ugal-ugalan tanda serangan terhadap kebebasan akademik dan demokrasi, karena berbagai akademisi memberi legitimasi dengan ilmu pengetahuan yang teknokratik untuk membenarkan upaya pemerintah dalam mengesahkan Perppu Cipta Kerja.

Baca juga: Jadwal Ujian & Libur Sekolah Semester Genap SD-SMA di Jawa Timur

"Hal tersebut jelas bertentangan dengan prinsip dan integritas kebebasan akademik dan tentu menjadi akar masalah dari melemahnya demokrasi di Indonesia," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com