Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deretan Pahlawan Revolusi yang Gugur Saat Pemberontakan G-30-S

Kompas.com - 29/09/2022, 10:11 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Tepat pada 30 September 1965, di Indonesia telah terjadi peristiwa kelam yang tak terlupakan, yaitu Gerakan 30 September pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia atau G-30-S.

Saat itu situasi politik sedang tidak stabil, bangsa Indonesia juga harus menghadapi sebuah pemberontakan. Adapun pemberontakan itu tujuannya untuk mengubah ideologi bangsa Indonesia.

Meski demikian, pemberontakan justru memakan banyak korban yang juga petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) dan beberapa korban lainnya.

Baca juga: Sejarah Hari Sarjana Nasional yang Diperingati 29 September

Karena peristiwa tersebut, mereka ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi lewat beberapa Keputusan Presiden di tahun 1965.

Melansir laman Direktorat SMP Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, berikut deretan biografi singkat Pahlawan Revolusi:

Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani

Jenderal Ahmad Yani adalah seorang perwira tinggi TNI AD di masa Orde Lama. Ia lahir di Jenar, Purworejo pada 19 Juni 1922. Ketika muda, Ahmad Yani mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Setelah itu, karier Ahmad Yani berkutat di militer. Ia turut ikut dalam pemberantasan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan juga penumpasan DI/TII di Jawa Tengah.

Pada 1958, ia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRI. la diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tahun 1962.

Namun pada 1965, Ahmad Yani mendapatkan fitnah ingin menjatuhkan Presiden Soekarno. Ia harus tewas ketika pemberontakan G-30-S pada 1 Oktober 1965.

Baca juga: Tradisi Hela Rotan di Maluku, Ini Sejarah dan Nilai-nilainya

Letjen (Anumerta) S. Parman

Siswondo Parman atau yang lebih dikenal dengan S. Parman adalah salah satu petinggi TNI AD di masa Orde Lama. Ia lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 4 Agustus 1918.

Pendidikannya lebih berkutat di bidang intelijen. Ia pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai. Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia mengabdi kepada Indonesia untuk memperkuat militer Tanah Air.

Karena itu, pengalamannya di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI. Ia mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima. Namun, pada 1 Oktober 1965 ia pun diculik dan dibunuh bersama para jenderal lainnya.

Letjen (Anumerta) Suprapto

Sedangkan Suprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920. Ia sempat mengikuti pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung, namun harus terhenti karena pendaratan Jepang di Indonesia.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, Suprapto aktif dalam usaha merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Ia kemudian memasuki Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto dan ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman.

Meski kariernya naik, tetapi saat PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, Suprapto menolaknya. Ia pun menjadi korban pemberontakan G-30-S bersama para petinggi TNI AD lainnya. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com