Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM Sebut UU PDP Wajib Dibarengi Peningkatan Literasi Digital

Kompas.com - 28/09/2022, 07:18 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 20 September 2022 lalu.

Adanya UU perlindungan data ini diharapkan bisa menjadi instrumen hukum untuk mengatur secara spesifik perlindungan data pribadi di tengah maraknya kebocoran data pribadi yang justru berasal dari lembaga pemerintah.

Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Faiz Rahman mengatakan, yang tidak kalah penting dengan disahkannya UU PDP sebaiknya harus diikuti dengan peningkatan edukasi literasi digital pada masyarakat. Khususnya terkait pentingnya menjaga data pribadi.

Baca juga: Adaro Energy Buka Lowongan Kerja bagi S1, Terbuka untuk Fresh Graduate

Tingkat literasi digital Indonesia masih rendah

Faiz menerangkan, tingkat literasi digital di Indonesia masih sangat rendah. Sehingga perlu sosialisasi dari pemerintah untuk mengimbau agar warga masyarakat melindungi datanya.

Selain itu juga masyarakat bisa mencegah berbagai kebocoran data pribadi yang dipegang badan publik dalam beberapa tahun terakhir.

"Sehingga badan publik sebagai pemangku kepentingan untuk ditingkatkan kesadarannya dalam perlindungan data," terang Faiz seperti dikutip dari laman UGM, Selasa (27/9/2022).

Inisiasi RUU perlindungan data ini sudah sejak 2012 lalu. Namun RUU Perlindungan Data bisa disahkan menjadi Undang-Undang setelah 10 tahun kemudian.

Baca juga: SNPMB 2023: Ini Syarat dan Daya Tampung SNBP, SNBT, Seleksi Mandiri

Akhirnya Indonesia punya UU PDP

Menurutnya, meski terkesan terlambat, namun ia mengapresiasi bahwa akhirnya Indonesia memiliki UU perlindungan data pribadi.

"Di tingkat UU, sudah ada 120 negara di dunia memiliki UU PDP. Kita mungkin masuk ke-127. Di Asean sendiri, kita berada di urutan kelima setelah Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand," papar Faiz Rahman.

Faiz menilai, pengesahan UU PDP sebenarnya bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat selama ini yang merasa dirugikan akibat kebocoran data pribadi.

Meski demikian, UU PDP perlu mendapat catatan kritis dalam berbagai hal diantaranya pada perlindungan kelompok rentan dan termarjinalkan.

"Perlindungan data bagi anak dan disabilitas. Meskipun data anak sendiri ada perdebatan. Lalu, dihilangkannya jenis data pribadi yang lebih spesifik soal orientasi seksual dan pandangan politik," beber dia.

Baca juga: UGM Jadi Perguruan Tinggi Terbaik PKM 2022, Raih Pendanaan Terbanyak

Selain itu, Faiz juga menyoroti soal independensi lembaga pengawas yang posisi dan kedudukannya diserahkan kepada Presiden berbentuk non-kementerian.

"Lembaga pengawas independen sangat penting karena banyak kebocoran data terjadi di lembaga pemerintahan dan tidak sedikit dari lembaga swasta," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com