Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

90 Persen Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia Kurang Sehat

Kompas.com - 21/09/2022, 14:27 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) menyampaikan berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi perguruan tinggi swasta (PTS) saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU) bersama Komisi X DPR RI, Selasa (20/9/2022).

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengungkapkan, sekitar 90 persen dari total 3.128 PTS di Indonesia dalam kondisi kurang sehat.

Untuk mengatasi masalah kurang sehatnya perguruan tinggi swasta ini, pemerintah perlu melakukan penggabungan perguruan tinggi.

Namun dalam proses penggabungan itu ditemukan masalah baru. Ada sejumlah permasalahan yang dihadapi perguruan tinggi swasta, yakni kesenjangan antara perguruan tinggi swasta dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Baca juga: Aptisi Nyatakan Mosi Tidak Percaya Terhadap Kepemimpinan Nadiem

PTS didominasi dalam keadaan tidak sehat

Dikotomi PTS dan PTN yang muncul terlihat dari pola belanja negara khususnya di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Pembinaan atau bantuan yang diperuntukkan bagi perguruan tinggi swasta kurang dari 6 persen dari anggaran. Sementara PTN menerima kurang lebih 94 persen dari total anggaran.

"Dikotomi ini seharusnya tidak terjadi mengingat PTN dan PTS memiliki tanggungjawab yang sama dalam meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi," papar Dede.

Dede menekankan, kondisi kampus-kampus swasta di Indonesia didominasi dalam keadaan tidak sehat dan mengalami kesulitan dalam operasional.

Hanya 10 persen PTS beroperasional dengan baik

Hanya sekitar 10 persen dari perguruan tinggi swasta yang beroperasional dengan baik. Selebihnya, 90 persen justru mengalami persoalan yang cukup serius dalam menjalankan kegiatan tri dharma perguruan tinggi.

Selain itu, Dede juga menyoroti hal lainnya seperti kualitas pendidikan. Dede menyampaikan, tantangan yang harus dihadapi PTS adalah proses pendidikan terjamin dengan manajemen mutu yang baik.

Baca juga: Hasnur Riung Sinergi Buka Lowongan Kerja S1 dari Banyak Jurusan

Terlebih, saat ini perguruan tinggi swasta mendidik sebanyak 72 persen mahasiswa, sehingga perhatian pada kualitas perlu ditingkatkan.

"Upaya-upaya perguruan tinggi swasta untuk meningkatkan sarana dan prasarana, mutu dosen, mutu lulusan harus dapat didukung pemerintah," ungkapnya.

Dede menilai, kondisi dosen yang merupakan tulang punggung pendidikan masih banyak yang memprihatinkan. Sekitar 49 persen dosen masih berpendidikan strata 1 dan hampir 50 pesen dosen berstatus tidak tetap atau berinduk lebih dari dua organisasi.

Perlu peningkatan kompetensi dan kesejahteraan dosen

Dede menilai hal itu menyebabkan pekerjaan dosen menjadi tidak optimal. Sehingga perlu peningkatan kompetensi dan kesejahteraan.

Adapun terkait masalah relevansi pendidikan, Dede mengatakan, dunia industri kini membutuhkan banyak sarjana berbasis teknik untuk diterjunkan ke industri manufaktur. Namun, perguruan tinggi justru banyak menawarkan pendidikan berbasis sosial.

"Hal ini terjadi di dosen-dosen perguruan tinggi swasta. Bahkan ada dosen yang hanya dapat honor Rp 1,5 juta per bulan. Memprihatinkan sekali," urai Dede.

Baca juga: Aptisi Tidak Pernah Diundang Nadiem Makarim Bahas RUU Sisdiknas

Dia menambahkan, mengenai kompetensi perguruan tinggi, hal yang paling utama adalah bagaimana mendorong agar perguruan tinggi swasta dapat mengembangkan diri menjadi universitas riset yang mampu menghasilkan jurnal paten dan hak kekayaan intelektual (HAKI).

"Masalahnya risetnya kemudian dipakai atau tidak oleh dunia usaha dan dunia industri. Atau hanya sekedar istilahnya simbol-simbol," pungkas Dede

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com