KOMPAS.com - Gaya pengasuhan ternyata tidak hanya mempengaruhi perkembangan perilaku atau karakter anak, namun juga bisa mempengaruhi hasil akademi anak.
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa gaya pengasuhan dapat membantu mendorong pengembangan kompetensi psikososial yang sehat yang pada gilirannya mempengaruhi prestasi sekolah.
Hal tersebut dipaparkan Psikolog/ Kepala Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Diana Setiyawati dalam Kuliah Online yang bertemakan “Pengasuhan Konvensional di Zaman Sekarang”.
Baca juga: 5 Ciri Orang Cerdas Bukan Hanya Dilihat dari IQ, Kamu Punya Ciri-cirinya?
Diana menyampaikan bahwa keluarga yang menerapkan gaya pengasuhan yang sehat mempunyai kesehatan mental yang lebih baik dan dapat menjaga hubungan yang positif dengan orang lain serta memiliki tujuan dalam hidup.
Pola pengasuhan yang baik juga ditemukan dengan nutrisi anak yang baik dan terjamin, mengembangkan kendali diri yang tinggi pada anak, dan mencegah perkembangan perilaku anti sosial.
“Pengasuhan yang sehat kuncinya adalah ayah dan bundanya kompak, yang pada akhirnya bermuara pada ketangguhan keluarga,” ujarnya dilansir dari laman Universitas Gadjah Mada.
Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mengetahui pola pengasuhan yang sehat dalam keluarga.
Jadi, mana pola pengasuhan yang terbaik bagi pembentukan karakter anak? Berikut paparannya:
Baca juga: 7 Tanda Anak Cerdas dan Berpotensi Punya IQ Tinggi
Gaya pengasuhan otoriter mempunyai aturan dan harapan yang kaku, menegakkan dengan ketat, cenderung mengekang, dan overprotective.
Perilaku anak yang terlihat dari gaya pengasuhan ini adalah mudah terlibat konflik, mudah tersinggung, rentan terhadap stres, emosi tidak stabil, dan sulit mengambil keputusan.
Gaya pengasuhan permisif mempunyai aturan atau harapan tidak jelas, tidak konsisten dalam menerapkan disiplin atau memberikan umpan balik, membiarkan preferensi anak, dan jarang memaksa anak untuk sesuai dengan standar orangtua.
Perilaku anak yang terlihat dengan gaya pengasuhan ini adalah impulsif-agresif, memberontak, mendominasi, dan kurang berpestrasi.
Baca juga: Hanya 20 dari 4.500 Kampus Indonesia Masuk Ranking Dunia, Ini Kata Kemendikbud
Selanjutnya adalah gaya pengasuhan penolakan (rejecting style) yang mempunyai aturan dan harapan yang kaku, tidak perhatian terhadap kebutuhan anak, dan jarang memiliki harapan terhadap anak.
Perilaku anak yang terlihat adalah tidak dewasa atau kekanak-kanakan dan memiliki masalah psikologis.
Gaya pengasuhan yang keempat adalah tidak terlibat (Univolved Style). Pola ini mempunyai gaya pengasuhan dengan aturan dan harapan yang tidak jelas, mengabaikan, membiarkan anak selama tidak mengganggu orangtua.
Perilaku anak yang terlihat adalah menarik diri, soliter atau menyendiri, dan kurang berprestasi.
Baca juga: BCA Buka Magang Bakti 1 Tahun Lulusan SMA-SMK dan D1-S1, Segera Daftar
Terakhir adalah gaya pengasuhan Authoritative Style yang mempunyai aturan dan harapan yang jelas, ada kedekatan dan kontrol, bersikap terbuka pada anak, dan memberikan umpan balik.
Perilaku anak yang terlihat adalah mandiri, ceria, mampu mengelola stres, dan berprestasi.
“Dua hal penting terkait pengasuhan adalah adanya dukungan (kedekatan) dan kontrol (fleksibilitas). Gaya pengasuhan authoritative adalah yang ideal. Tentu saja karakter anak yang mandiri, ceria, mampu mengelola stres dan berprestasi adalah yang kita inginkan,” papar Diana.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.