Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Ekonomi Sri Lanka, Dosen Unair: Banyak Faktor Jadi Penyebab

Kompas.com - 16/07/2022, 07:12 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Krisis ekonomi di Sri Lanka saat ini jadi perhatian dunia. Bahkan di pemberitaan terakhir, Presiden Sri Lanka justru kabur ke Maladewa di tengah carut marut negaranya.

Salah satu penyebab krisis tersebut adalah utang luar negeri yang melimpah dan tak mampu dibayar oleh Sri Lanka.

Pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Dr Miguel Angel Esquivias Padilla turut memberikan pendapatnya mengenai krisis ekonomi Sri Lanka kali ini.

Miguel menjelaskan, krisis ekonomi di Sri Lanka disebabkan adanya kombinasi beberapa faktor yaitu ekonomi, politik, dan sosial.

Baca juga: Perusahaan Jasa Logistik Ini Buka Lowongan bagi S2, Ayo Daftar

 

Banyak faktor sebabkan krisis ekonomi Sri Lanka

Kombinasi faktor tersebut kurang pas, apalagi diperparah dengan tekanan kondisi Covid-19 serta tekanan perang Rusia dan Ukraina.

"Namun demikian, dari dulu memang perekonomian Sri Lanka sudah memiliki beberapa kelemahan yaitu Sri Lanka punya utang yang cukup besar," ucap Miguel seperti dikutip dari laman Unair, Jumat (15/7/2022).

Pada tahun 2005 silam, lanjut Miguel, Sri Lanka sudah mengalami defisit yang bertambah dari tahun ke tahun.

Menurutnya, aspek pertumbuhan ekonomi Sri Lanka dari 2005 hingga 2021, mengalami 6 kali pertumbuhan ekonomi yang negatif. Sri Lanka juga mengalami sebuah transformasi dalam perekonomian dimana manufaktur perindustrian menurun.

"Sri Lanka mengalami kondisi atau perubahan ekstraksional dalam perekonomiannya," terang Miguel.

Baca juga: Pendaftaran Jalur Mandiri UNY 2022 Masih Dibuka, Intip Infonya

Dia menerangkan, krisis yang dialami Sri Lanka juga dipengaruhi adanya pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal 2020 ini berdampak pada penerimaan valuta asing karena Sri Lanka tergantung pada uang yang dikirim dari luar negeri.

"Hampir 10 persen dari perekonomian Sri Lanka tergantung pada penerimaan uang dari luar negeri atau penerimaan dari aspek jasa pariwisata," imbuhnya.

Indonesia jauh lebih solid

Miguel menekankan, Sri Lanka mengalami pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil sehingga sangat meragukan apakah Sri Lanka bisa membayar utangnya atau tidak.

"Ternyata Sri Lanka tidak dapat melunasi utangnya karena struktur perekonomian yang sangat lemah untuk menghadapi utang sebesar itu," urainya.

Miguel mengungkapkan, perekonomian di Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi selama 22 tahun secara berturut-turut. Nilai tambah dari perekonomian Indonesia juga jauh lebih solid dibandingkan dengan Sri Lanka.

"Industri juga lebih berkembang dari aspek stabilitas masyarakat, aspek makro ekonomi, dan aspek politik," kata dia.

Baca juga: Beasiswa Kuliah Universitas Al Azhar Mesir, Cek Syaratnya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com