Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/06/2022, 20:16 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA), menuai banyak tanggapan dari masyarakat.

Tak terkecuali bagi perempuan pengusaha yang menilai salah satu isi RUU KIA bisa menjadi pedang bermata dua.

Baca juga: Kisah Celline, Lulus Sarjana Kedokteran Unair pada Usia 19 Tahun

Ketua Komite Tetap Bidang Pendidikan Iwapi, Rinawati Prihatiningsih mengatakan, kebijakan cuti 6 bulan bisa menjadi pedang bermata dua bagi perempuan pekerja. Di satu sisi merupakan kebijakan untuk melindungi pekerjaan dan hak-hak reproduksi perempuan.

Di sisi lain, kebijakan ini berdampak menimbulkan anggapan kehamilan sebagai beban organisasi atau perusahaan.

"Sebab, tidak semua perusahaan mampu menjalankan kebijakan ini. Hal ini bisa mendorong sikap diskriminatif dalam perekrutan dan promosi perempuan di tempat kerja," ungkap Rinawati dalam keterangannya, Senin (27/6/2022).

Lalu dampaknya, kata dia, pengusaha akan cenderung merekrut perempuan berdasarkan usia dan status perkawinannya, tidak merekrut perempuan yang memiliki atau berencana untuk memiliki anak dalam waktu dekat.

Karena, khawatir peran reproduksi mereka dapat mempengaruhi biaya dan kinerja perusahaan.

Dukungan terhadap RUU KIA ini akan mengalir bila dibuat sepanjang untuk mewujudkan kesejahteraan dan kesehatan ibu dan anak, lalu tidak kontra produktif bagi perempuan.

Makanya, perlu kajian yang lebih serius terkait kebijakan cuti melahirkan 6 bulan dan skema jaminan sosial.

Baca juga: Rektor UB Ingin Kejar Jadi Perguruan Tinggi Terkenal di Dunia

Di mana beban dari cuti ini, tidak hanya ditanggung oleh pemberi kerja saja, tapi ditanggung bersama oleh pengusaha, karyawan dan pemerintah disesuaikan dengan tingkatannya.

"RUU KIA seharusnya tidak hanya mengatur cuti hamil namun juga cuti ayah, cuti orang tua dan keluarga, dan memuat klausul anti-diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, kehamilan, atau tanggung jawab keluarga dalam aspek pekerjaan apa pun," ucap Aktivis Perempuan ini.

Menurutnya, RUU KIA sebaiknya fokus pada pengaturan waktu cuti untuk ayah. Pasalnya, dimaknai sebagai simbolisn menghargai pentingnya kehidupan keluarga, ikatan ayah-anak, dan peran ayah yang penuh perhatian.

Selain itu, "bonus berbagi" dan jenis dorongan lain untuk cuti ayah dapat membantu mempercepat perubahan perilaku sosial.

"Cuti wajib bagi ayah juga dapat menjadi jalan untuk mengesampingkan norma-norma sosial yang menghambat pengambilan cuti ayah, yang sangat relevan terutama ketika data mengungkapkan bahwa keinginan individu untuk cuti lebih tinggi daripada cuti efektif karena hambatan yang ditimbulkan oleh norma-norma sosial," jelas Rinawati.

Sementara saat ini, hal paling krusial adalah flexible working hours. Lalu penyediaan tempat penitipan anak yang dekat, terjangkau bahkan digratiskan oleh negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com