Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dosen Achmad, 12 Kali Gagal Raih Beasiswa Luar Negeri

Kompas.com - 18/06/2022, 09:49 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sekalinya maju, pantang mundur bagi orang-orang yang ingin meraih mimpinya. Setidaknya, itu yang diyakini oleh Achmad Hidayatullah, saat menempuh pendidikannya.

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UM Surabaya ini, ternyata pernah 12 kali gagal ditolak kampus luar negeri. Bahkan sejak kecil, ia selalu mencari cara sendiri untuk bisa bersekolah.

Sebelum pada akhirnya kini ia bisa menempuh pendidikan di luar negeri, sebagai mahasiswa University Of Szeged Hungary Eropa.

Bagaimana bisa ditolak belasan kali?

Menurut Dayat sebelum ia diterima di University Of Szeged Hungary ia mengatakan sempat pada percobaan kampus ke-13 dan 14 ia dinyatakan lolos.

Baca juga: 4 Cara Cegah Penularan Sakit Mata Merah Menurut Dosen UM Surabaya

Ia menjelaskan kegagalan yang ia alami hampir membuatnya stres dan putus asa.

“Saya sempat frustasi karena tidak lolos-lolos studi. Saya menyendiri mencari tempat sepi dan menghindari keramaian,” ujarnya dilansir dari laman UM Surabaya.

Pria tahan banting untuk urusan pendidikan

Dayat menjelaskan, jika usaha ke-12 gagal, lebih baik ia kuliah di dalam negeri. Bahkan ia sempat menyampaikan kepada keluarganya.

Namun ternyata buah dari kerja kerasnya, ia diterima di dua kampus luar negeri yakni National Dong Hwa University Taiwan dan University Of Szeged Hungaria. Setelah berpikir panjang, ia memutuskan mengambil di Hungaria Eropa Tengah.

Pria kelahiran tahun 1990 dan asli Madura ini memang tahan banting kalau urusan pendidikan.

Sejak SMP dan SMA Dayat memutuskan tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah Sumenep karena keterbatasan ekonomi. Dayat bahkan sering membantu ayahnya saat bertani. Kedua orangtuanya, sejak dulu menggeluti profesi ini.

Apakah ekonomi lantas menyurutkan langkahnya? Tentu saja tidak. Di panti asuhan justru ia bisa bersekolah secara gratis.

Baca juga: Melawat ke UGM, Presiden Jerman Bahas Isu Krisis Pangan Dunia

Meski, saat di panti asuhan ia mengatakan semua serba terbatas dan masa remajanya tak seperti remaja pada umumnya.

Dayat menjelaskan bahwa di panti ia tak bisa hidup mewah seperti anak-anak pada umumnya. Bahkan hanya sekadar untuk membeli jajan saat waktu istirahat ia tak bisa, karena di panti tidak menyediakan uang saku.

“Bersyukur saya pernah ditempa di panti. Saya belajar disiplin, menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Belajar ilmu agama secara mendalam dan yang terpenting saya bisa bersekolah,” jelas Dayat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com