Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saatnya Kurangi Sampah Plastik, Pakar: Mikroplastik Picu Infertilitas hingga Kanker

Kompas.com - 16/06/2022, 16:25 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Sifatnya yang ringan, kuat, tahan lama, murah, dan mudah dibentuk, membuat plastik menjadi bahan dasar produk hingga kemasan.

Kebutuhan akan plastik semakin mendorong produksi plastik dunia. Pada tahun 1950 produksi plastik hanya berkisar 0.35 metric tons, sedangkan pada tahun 2016 produksi plastik sudah mencapai 335 metric tons.

Ahli kelautan Departemen Biologi FMIPA Universitas Indonesia, Mufti Petala Patria mengatakan bahwa produksi plastik yang tinggi sebagian besar akan berakhir menjadi sampah.

Sekitar delapan juta ton sampah plastik akan dibuang atau terdeposit di laut. Sampah di laut banyak yang terdampar di pesisir pantai dan banyak juga yang mengambang terbawa arus di permukaan laut.

Baca juga: Peneliti UGM Jelaskan Gejala hingga Pencegahan Omicron BA4 dan BA5

Plastik-plastik di lautan tersebut sangat mengganggu hewan-hewan laut.

“Sebagai contoh sampah jaring nelayan yang menjerat hewan laut seperti penyu, hiu, paus. Selain itu, sampah di laut juga dapat dianggap oleh hewan laut sebagai makanan dan ketika termakan akan mempengaruhi sistem pencernaannya hingga menyebabkan kematian pada hewan tersebut,” ujar Mufti dalam Online General Lecture Series di Program Studi Magister Ilmu Kelautan, seperti dilansir dari laman UI.

Mengetahui bahaya mikroplastik bagi manusia

Mufti juga menyampaikan terdapat juga jenis sampah plastik yang membahayakan bagi biota dan ekosistem laut yaitu mikroplastik. Mikroplastik merupakan plastik dengan ukurannya lebih kecil dari 5mm.

Mikroplastik sendiri, jelas Mufti, dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu primary dan secondary microplastic.

Baca juga: UI Serahkan Bus Listrik Buatan Anak Bangsa untuk Pemerintah, Dukung G20

“Maksud dari primary adalah mikroplastik yang sengaja dibuat dengan ukuran mikro (microbeads), biasanya digunakan untuk produk pasta gigi dan b produk kecantikan (facial scrubs). Sedangkan, secondary microplastic terbentuk akibat hancurnya plastik yang besar menjadi serpihan kecil akibat faktor abiotik maupun biotik,” kata Mufti.

Baik primary maupun secondary microplastik, keduanya dapat mencemari lautan dan membahayakan ekosistem laut. Sebagai contohnya adalah hasil penelitian yang telah dilakukan di Kamal Muara, Jakarta Utara. Hasilnya diperoleh adalah dalam satu kilogram sedimen terdapat mikroplastik sebanyak 868.33 partikel.

Seperti halnya sampah plastik biasa, mikroplastik juga dapat masuk kedalam tubuh hewan karena dianggap sebagai makanan.

Salah satunya adalah kerang laut yang menyaring air laut untuk mengambil bahan makanannya. Berdasarkan hasil penelitiannya di Muara Kamal, dalam satu kerang hijau dapat mengandung 7 hingga 469 partikel mikroplastik.

Selain itu, mikroplastik juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia dari makanan laut yang dikonsumsi. Hal ini menjadi seperti siklus, manusia menghasilkan primary maupun secondary microplastic, lalu mikroplastik tersebut terbawa arus hingga lautan dan dimakan oleh hewan laut yang dikonsumsi oleh manusia kembali.

Baca juga: 10 Negara dengan Penduduk Paling Pintar di Dunia, Indonesia Nomor Berapa?

“Hasil riset pada beberapa hewan percobaan, mikroplastik akan berpengaruh pada perubahan kromosom yang dapat menyebabkan infertilitas, obesitas, dan kanker. Selain itu mikroplastik juga dapat menyebabkan respon imun yang tidak normal. Hal tersebut mungkin dapat terjadi pula pada manusia” ujar Mufti.

Oleh sebab itu, perlunya kesadaran dan keseriusan dalam mengatasi masalah mikroplastik yang tidak hanya mengancam ekosistem laut tetapi juga kesehatan manusia.

“Hal utama yang bisa dilakukan adalah mengurangi penggunaan plastik, menggunakan kembali plastik (recycle), berpartisipasi dalam kegiatan membersihkan sampah di sungai atau pantai, mengurangi penggunaan microbeads dalam produk kecantikan, ikut mengampanyekan upaya mengurangi penggunaan plastik, dan mendukung organisasi yang berperan aktif dalam mengurangi sampah plastik,” kata Mufti memberikan solusi dalam mengurangi mikroplastik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com