Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM Ungkap Penyebab Fenomena Hawa Dingin

Kompas.com - 30/05/2022, 20:31 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan ini, udara dingin terasa di Yogyakarta dan sekitarnya terutama di pagi hari.

Fenomena udara dingin tersebut dinilai sebagai kondisi menandai memasuki musim kemarau di beberapa wilayah di Indonesia.

Pakar iklim Universitas Gadjah Mada (UGM), Emilya Nurjani mengatakan, fenomena hawa dingin atau disebut sebagai bediding dalam istilah Jawa merupakan fenomena suhu udara yang lebih dingin setelah tengah malam hingga pagi hari ketika memasuki musim kemarau.

"Fenomena ini memang sepertinya menandai masuknya musim kemarau di suatu wilayah," kata Emilya seperti dikutip dari laman UGM, Senin (30/5/2022).

Baca juga: PPDB Jabar 2022 Jenjang SMA/SMK: Syarat Khusus, Kuota dan Jadwalnya

Fenomena dingin tanda musim kemarau

Menurutnya, fenomena semacam ini sebagai fenomena alam iklim yang biasa terjadi pada saat musim kemarau.

Terutama untuk wilayah-wilayah yang mempunyai pola hujan monsunal yaitu wilayah yang puncak hujannya sekitar Desember-Februari dan mengalami musim kemarau sekitar bulan Agustus-September.

"Wilayah hujan monsunal meliputi Lampung, Sumatera, Selatan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara," katanya.

Ia menjelaskan fenomena ini terjadi di musim kemarau, pada saat kondisi langit cerah tanpa awan atau tanpa sedikit awan. Akibatnya radiasi matahari yang diterima bumi besar sehingga suhu di siang hari meningkat atau lebih panas.

Baca juga: Wilmar Group Buka Lowongan Kerja D3/S1, Fresh Graduate Bisa Daftar

Penyebab hawa dingin

Kondisi langit cerah ini juga menyebabkan pelepasan radiasi bumi pada malam hari juga menjadi lebih besar dan banyak karena tidak ada awan yang menghalangi.

Kondisi inipun menyebabkan suhu berkurang karena pelepasan panas atau hilangnya panas akibat pelepasan radiasi bumi sehingga pada malam hingga pagi suhu menjadi lebih dingin.

"Fenomena ini akan terjadi pada saat musim kemarau dan mencapai puncaknya pada saat puncak musim kemarau," imbuhnya.

Di dataran tinggi Dieng, lanjut Emilya, kondisi ini dapat menyebabkan suhu udara mencapai minus.

Sehingga ada fenomena embun upas (embun es/tropical frost) yang menimbulkan kerusakan pada tanaman kentang yang berumur muda dan merugikan petani.

Baca juga: 3 Gangguan Makan yang Kerap Diderita Remaja Menurut Dosen Unair

Sedangkan di wilayah-wilayah lain berdampak terhadap kesehatan masyarakat karena perubahan suhu yang sangat mencolok pada siang panas dan malam hari dingin.

"Pernah tercatat di Sleman mencapai 14 derajat dan di daerah Dieng minus satu. Kondisi semacam ini tentunya harus disiapkan, diantaranya menjaga kondisi tubuh, berolahraga yang sesuai, dan mengkonsumsi cairan yang cukup," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com