Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Forum Pra-KTT Y20: Generasi Muda Bisa Selamatkan Bumi Lewat Ekonomi Sirkular

Kompas.com - 23/05/2022, 20:06 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Forum Pra-KTT Ketiga Y20 Indonesia mengenai isu planet berkelanjutan dan layak huni masih terus berlanjut pada Minggu (22/5/2022) dengan diskusi mengenai ekonomi sirkular.

Dalam konsep ekonomi linier, kita mengambil sumber daya alam untuk memproduksi barang yang pada akhirnya akan dibuang. Pola buat gunakan buang ini hanya memicu konsumsi berlebih dan produksi limbah yang berlebihan.

Baca juga: Menhub Budi Karya Terima Gelar Doktor Kehormatan dari UGM

Sudah waktunya kita mengubah pola ini dengan menerapkan ekonomi sirkular berbasis produksi dan konsumsi berkelanjutan.

Pra-KTT Ketiga Y20 Indonesia kali ini menghadirkan talk show ekonomi sirkular.

Harapannya, wawasan yang diberikan dapat membantu para delegasi muda dalam menyusun rekomendasi kebijakan khususnya yang berkaitan dengan lingkungan kepada pemimpin G20.

Talkshow menghadirkan Alesya Krit (Center of Competence for Climate Change, Environment and Noise Protection di Aviation Hessen), dan Joi Danielson (Partner di Systemiq).

Kemudian ada Ke Wang (Program Lead di Platform for Accelerating Circular Economy), serta Mohammad Bijaksana Junerosano (CEO dan Founder Waste4Change), dengan ekonom lingkungan Andhyta F. Utami sebagai moderator.

Alesya menyarankan pentingnya berpikir secara lokal dalam upaya mendorong konsumsi berkelanjutan.

"Kita harus berpikir lokal dan menyesuaikan (solusi tersebut) dengan wilayah tujuan, cocok dengan dimensi sosial dan budaya setempat. Kemudian, bentuklah perspektif normatif dan ajaklah pekerja, teman, warga untuk mengenal mindset baru. Misalnya, lewat TikTok challenge," kata dia dalam keterangannya, Senin (23/5/2022).

Joi Danielson mengatakan, sebelum masuk ke pembahasan ekonomi sirkular, maka perlu memerhatikan pola konsumsi.

Baca juga: Y20 Ajak Generasi Muda Selamatkan Bumi

Menurut dia, manusia cenderung takut akan kelangkaan, sehingga cenderung mengonsumsi lebih dari apa yang dibutuhkan.

Di sebuah ekonomi yang berbasis konsumsi, lanjutnya, semakin banyak yang dikonsumsi, semakin tinggi produk domestik bruto (PDB).

"Jadi sistem kita mengandalkan konsumsi berlebihan. Jika kita bisa membantu orang merasa bahwa apa yang mereka miliki sudah cukup, kita bisa meyakinkan mereka untuk hanya mengonsumsi yang dibutuhkan. Dengan ini, kita bisa mulai memutus siklus konsumsi tersebut," jelas Joi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ke Wang. Menurutnya, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ekonomi sirkular tidak hanya bisa mengakibatkan perubahan
kebiasaan, tetapi juga perubahan kebijakan.

"Karena para politisi mendengarkan aspirasi masyarakat. Namun, kesadaran masyarakat terhadap ekonomi sirkular masih sangat rendah. Di sinilah, anak muda memainkan perannya. Generasi muda telah menunjukkan bahwa mereka memegang peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perubahan iklim," tutur Ke Wang.

Junerosano menjelaskan, populasi dunia saat ini telah mencapai 7,9 miliar jiwa. Jika ingin adanya perubahan tanpa adanya peperangan, maka harus meyakinkan 4 persen dari sebuah populasi. Berarti di Indonesia, ada 10 juta orang yang harus diyakinkan tentang ekonomi sirkular.

Baca juga: Profil Prof. Widodo, Rektor UB Terpilih Periode 2022-2027

"Memang terkadang terasa sulit. Solusi datang lebih lambat daripada terjadinya kerusakan lingkungan. Kita harus memikirkan bagaimana kita bisa mempercepat solusi tersebut. Tapi yang terpenting, kita harus optimistis bahwa kita bisa melakukan perubahan dengan berkolaborasi," pungkas Junerosano.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com