Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertamax Resmi Naik, Ini Dampaknya Menurut Pakar Ekonomi Unair

Kompas.com - 01/04/2022, 08:31 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertamax resmi mengalami kenaikan di 34 Provinsi menjadi Rp12.500-Rp13.000 per liter mulai 1 April 2022.

Kenaikan pertamax disebabkan harga minyak dunia yang melambung tinggi, karena dampak konflik Rusia-Ukraina.

Mengenai hal itu, Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (Unair), Wasiaturrahma mengatakan, kenaikan harga pertamax tentu akan mempengaruhi sektor industri dalam negeri.

Baca juga: Lebih Bahaya Mana TBC atau Covid-19? Ini Kata Pakar Unair

Dia menyebut, produsen akan menaikkan harga pokok penjualan (HPP) disebabkan adanya dorongan biaya akibat kenaikan minyak dunia.

"Otomatis, di sini ada kenaikan harga barang dan jasa juga yang akan diterima oleh masyarakat," ungkap dia dilansir dari laman Unair.

Mengingat harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri sangat dipengaruhi oleh harga minyak dunia, dia menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia.

Salah satu yang dapat dilakukan, lanjut dia, yakni menjaga keseimbangan fiskal dengan memastikan bahwa rasio pajak betul-betul mencapai target.

"Dalam hal ini pemerintah sedang menghadapi kesulitan anggaran yang mana masih harus bayar subsidi ke Pertamina," tegas dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB Unair ini.

Masih terkait dengan antisipasi kenaikan harga minyak dunia, Rahma menyarankan agar pemerintah melakukan langkah proaktif menghadapi perubahan peta ekonomi global.

Negara-negara maju, menurut dia, sudah lelah mempertahankan ekonominya.

"Perubahan peta ekonomi global ini harusnya jadi momentum yang ciamik buat private equity mengalihkan dananya dari negara-negara maju ke Indonesia," ungkap dia.

Baca juga: Dosen Unair: Keluarga Tempati Urutan Atas Pelaku Kekerasan Anak

Pemerintah juga harus inovatif dalam menarik modal asing ke negara Indonesia serta merancang incentives system.

“Tahun ini, ekonomi global masih terus bergulat dengan inflasi yang tinggi didorong oleh cyclical, structural, and monetary forces,” ujarnya.

Dia pun menjelaskan, Amerika Serikat (AS) sudah mengalami inflasi yang tinggi, dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai puncaknya.

Lanjut dia menyatakan, diharapkan tahun depan inflasi dan pertumbuhan ekonomi di AS ini pelan-pelan mulai turun sampai terjadi deflasi dan pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah.

"Jika terjadi demikian, pemerintah AS akan kembali ngutang dan The Fed akan nyetak-nyetak uang lagi. Eropa dan Tiongkok sepertinya akan mengikuti jejak Amerika," tambah dia.

Baca juga: Ekonom Unair Paparkan 5 Alternatif Atasi Kenaikan Harga Daging Sapi

Kondisi ini akan menyebabkan negara-negara berkembang, seperti Indonesia menjadi primadona bagi investor asing.

"Saya proyeksikan ekonomi kita akan makin terdiversifikasi. Artinya, makin banyak jenis barang yang diproduksi," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com