Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Implementasi Permendikbud 30, Ini Kewenangan Satgas PPKS Unesa

Kompas.com - 07/02/2022, 07:49 WIB
Mahar Prastiwi

Penulis

KOMPAS.com - Sejak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) meluncurkan Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi, masing-masing universitas langsung mengambil langkah nyata.

Masing-masing perguruan tinggi mulai membuat Satgas PPKS hingga menyiapkan sarana dan prasarana untuk menciptakan lingkungan perguruan tinggi yang bersih dari kekerasan seksual.

Sebagai bentuk implementasi Permendikbud nomor 30, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengadakan sosialisasi implementasi Permendikbud tersebut.

Baca juga: KPP Mining Buka Lowongan Kerja bagi Lulusan D3-S1, Buruan Daftar

Tujuan dibentuknya Satgas PPKS Unesa

Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unesa Mutimmatul Faidah menjelaskan, Satgas PPKS Unesa terbentuk karena beberapa faktor, antara lain:

  • Komitmen mengawal isu kekerasan seksual lewat peran penting Pusat Studi Gender dan Anak.
  • Terbitnya Permendikbud nomor 30 tahun 2021 tentang PPKS.
  • Rapat pembentukan Satgas PPKS dan terbitnya SK.

Mutimmatul Faidah mengungkapkan, tujuan pembentukan Satgas PPKS yaitu mengawal dan mengambil tindakan pencegahan dan penanganan KS yang terkait dengan pelaksanaan Tri Dharma di dalam atau di luar kampus.

Selain itu juga menumbuhkan kehidupan kampus yang menusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif serta tanpa kekerasan di antara mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan dan warga kampus.

"Adapun struktur divisi Satgas terdiri dari tiga divisi. Ada Divisi Advokasi dan Hukum, divisi Intervensi dan Preventif dan divisi Pusat Studi Gender dan Anak," urai Mutimmatul Faidah.

Baca juga: 6 Jurusan Kuliah ini Miliki Peluang Kerja Luas bagi Kalangan Perempuan

Kewenangan Satgas PPKS

Dalam melaksanakan tugasnya, lanjut dia, Satgas PPKS memiliki kewenangan, antara lain:

1. Memanggil dan meminta keterangan korban, saksi, terlapor, pendamping dan atau ahli.

2. Meminta bantuan pemimpin Unesa untuk menghadirkan saksi, terlapor, pendamping, dan atau ahli dalam pemeriksaan.

3. Melakukan konsultasi terkait penanganan kekerasan seksual dengan pihak terkait dengan mempertimbangkan kondisi kemanan dan kenyamanan korban.

4. Melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi terkait kekerasan seksual yang melibatkan korban, saksi, terlapor dari perguruan tinggi yang bersangkutan.

Korban, pelaku dan lokasi terjadinya kekerasan seksual

Mutimmatul Faidah mengungkapkan, kemungkinan kasus kekerasan seksual di kampus bisa terjadi antara dosen dan mahasiswa, dosen dan tendik, dosen dan dosen, mahasiswa dan sesama mahasiswa, mahasiswa dan tendik maupun tendik sesama tendik.

Baca juga: Tips Membuat Skripsi Minim Revisi ala Dosen UII Yogyakarta

 

Selain itu kemungkinan tempat terjadinya kekerasan seksual yaitu di dalam dan di luar kampus. Bisa terjadi di lokasi KKN, lokasi magang, kos atau rumah kontrakan, dan bisa terjadi di lingkungan virtual.

Guna mewujudkan kampus zero kekerasan seksual, Satgas PPKS Unesa berkomitmen melaksanakan pencegahan dan penanganan dengan berbagai pendekatan dan cara sesuai prosedur.

"Mewujudkan kampus yang nol kekerasan seksual ini pada dasarnya tugas dan kesadaran kita bersama. Dengan adanya Satgas ini kita semakin gencar dan semangat dalam mewujudkan kampus yang zero kekerasan seksual," tandasnya.

Divisi Advokasi dan Hukum, Satgas PPKS Unesa Hananto Widodo mengungkapkan mengenai politik hukum Permendikbud nomor 30 Tahun 2021 bahwa akan ada regulasi baru terkait masalah kekerasan seksual mengenai peraturan dari pemerintah. Karena belum ada pengesahan mengenai Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Baca juga: Referensi SNMPTN 2022, Cek Jurusan Sepi Peminat di 8 Universitas Top

Menuturnya, wujud dari hukum kekerasan seksual saat ini hanya bersifat partisipasi publik. Unesa sangat mendukung dan mengapresiasi hadirnya Permendikbud nomor 30 tersebut.

"Lahirnya aturan tersebut merupakan langkah progresif untuk penanganan kasus kekerasan seksual khususnya di kampus. Itu tentu berdasar baik secara kualitatif maupun kuantitatif," urai Hananto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com