Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditjen Diktiristek Ungkap 3 Tantangan Pembelajaran Hybrid

Kompas.com - 05/02/2022, 11:50 WIB
Mahar Prastiwi

Penulis

KOMPAS.com - Di masa pandemi Covid-19, kegiatan pembelajaran selain dilakukan secara daring maupun luring, juga bisa diterapkan sistem pembelajaran hybrid.

Pembelajaran hybrid di perguruan tinggi saat ini dipastikan harus terjamin mutunya seperti halnya saat melaksanakan pembelajaran tatap muka.

Pelaksana Tugas Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Diktiristek Kemendikbud Ristek Kiki Yulianti mengatakan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi dapat mengukur mutu pembelajaran hybrid.

Baca juga: PTM 50 Persen di DKI Jakarta, Durasi Belajar Maksimal 4 Jam Per Hari

Tantangan pembelajaran hybrid

1. Pastikan partisipasi mahasiswa dalam proses perkuliahan.

Kiki menyampaikan, tantangan pertama adalah memastikan partisipasi mahasiswa dalam proses perkuliahan

"Kalau kita kuliah tatap muka biasa, kita bisa memperhatikan bahasa tubuh mahasiswa dan dapat menggiring kelas untuk fokus," terang Kiki dalam diskusi 'Penerapan Standar Mutu Pembelajaran yang Mengkombinasikan Daring dan Tatap Muka di Kelas' seperti dikutip dari laman Universitas Padjadjaran (Unpad), Sabtu (5/2/2022).

Menurut dia, ketika menggelar sinkronous, para pengajar atau dosen harus memastikan pembelajaran berlangsung maksimal.

Baca juga: Cek 8 Jurusan Soshum Paling Favorit, Jadi Referensi Ikut SNMPTN 2022

2. Ketidaksiapan konten yang dikirim secara daring

Kiki menerangkan, tantangan selanjutnya adalah ketidaksiapan konten untuk dikirim secara daring. Kiki menjelaskan, salah satu persoalan yang terjadi terletak pada hak kekayaan intelektual.

Masih banyak dosen yang belum saksama memperhatikan konten yang diberikan berkaitan dengan hak kekayaan intelektual orang lain.

"Karena itu, dosen didorong tidak hanya mengkreasikan konten yang baik, tetapi juga memperhatikan berbagai konten milik orang lain yang diambil," urai Kiki.

Mengenai konten, dosen juga didorong mengembangkan bahan ajarnya secara kreatif dan inovatif.

Baca juga: Yuk Intip 4 Jurusan Kuliah dengan Biaya Mahal

Sistem pembelajaran hybrid harus tetap dipastikan dapat mencapai kolaboratif dan partisipasi aktif mahasiswa (student centered learning).

3. Kurangnya titik akses teknologi modern

Tantangan selanjutnya adalah kurangnya titik akses teknologi modern. Dosen acapkali sulit memastikan kapan mahasiswa dapat mengakses suatu layanan daring.

"Kita harus punya tools yang bisa memperkirakan itu sehingga jaringan kita bisa lebih siap," imbuhnya.

Ditjen Diktiristek sendiri tengah menyusun Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) terbaru. Pada standar terbaru dinyatakan bahwa pembelajaran di perguruan tinggi dilakukan dalam tiga model, yaitu jarak jauh, tatap muka, dan blended (bauran).

Baca juga: Dosen Unpar: 4 Hal Ini Bisa Ciptakan Rasa Aman dari Kekerasan Seksual

Ditjen Diktiristek melalui SN Dikti terbaru akan meminta setiap perguruan tinggi menyiapkan akses memadai bagi pembelajaran sepanjang waktu. Baik bagi dosen dan mahasiswa di manapun mereka berada.

"Perguruan tinggi harus menjamin akses pembelajaran, baik dosen dan mahasiswa dari manapun mereka berada bisa dilakukan sepanjang waktu," tegas Kiki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com