Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen ITS Sebut Lumpur Lapindo Simpan Bahan Baku Mobil Listrik

Kompas.com - 01/02/2022, 13:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Isu pembangunan berkelanjutan membuat energi hijau menjadi prioritas dunia. Tidak terkecuali Pemerintah Indonesia yang saat ini memacu industri-industri berbasis energi hijau sebagai salah satu fokus kebijakan investasi.

Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo menyebutkan salah satu kebijakan pemerintah dalam pengembangan energi hijau adalah percepatan produksi kendaraan listrik.

Untuk itu, produksi massal baterai pun dilakukan demi mendukung rencana itu. Indonesia dikatakan memiliki 25 persen cadangan nikel dunia sebagai bahan baku pembuatan baterai.

Baca juga: Uang Saku Di Atas Rp 10 Juta Per Bulan, Daftar 10 Beasiswa S1-S2 Ini

Tetapi produksi baterai juga membutuhkan lithium yang sayangnya sampai saat ini masih belum ditemukan lokasi penambangan yang menjanjikan.

“Penemuan potensi kandungan lithium di lumpur Sidoarjo adalah kabar baik. Tentunya sangat luar biasa jika kita bisa memanfaatkannya,” ujarnya dilansir dari laman ITS.

Ia mengatakan, lithium adalah salah satu Critical Raw Materials (CRMs) atau material kritis. Dikatakan material kritis karena sulit didapatkan dan tidak memiliki pengganti tetapi memiliki manfaat yang besar.

Dosen Departemen Teknik Geofisika itu juga menyebutkan material kritis ini sangat diperlukan dalam pengembangan energi hijau.

Apalagi, Indonesia dinilai mempunyai potensi besar karena memiliki pasokan bahan baku pendukung, salah satunya kandungan lithium yang juga ditemukan di lumpur Sidoarjo.

Baca juga: Logam Lumpur Lapindo Lebih Mahal dari Emas, Ini Kata Pakar Unair

Amien memaparkan, sebelumnya Pusat Studi Kebumian dan Bencana (sekarang Puslit MKPI) ITS telah melakukan kajian kandungan lithium yang ada dalam air lumpur Sidoarjo sejak tahun 2016.

Kajian ini dilakukan dengan adsorbsi lithium dari lumpur Sidoarjo menggunakan adsorben berbasis Lithium Mangan Oksida (LMO).

Adsorben ini memiliki struktur kristal spinel yang mampu menyerap lithium. Hasil kajian ini menunjukkan kandungan lithium dengan kadar sebesar 7 hingga 15 bagian per juta.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020 menggunakan teknik Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Teknik analisis ini digunakan untuk menentukan komposisi unsur dari berbagai logam.

Hasilnya, didapatkan lithium dengan kadar 99,26 sampai dengan 280,46 bagian per juta dan stronsium dengan kadar 255,44 sampai dengan 650,49 bagian per juta.

“Memang terlihat perbedaan signifikan di antara keduanya. Itu karena kami mengambil sampel berupa air lumpur, sedangkan Badan Geologi melakukan penelitian pada lumpurnya,” jelasnya.

Baca juga: Sampoerna Kayoe Buka Lowongan Kerja Lulusan Minimal S1

Dosen yang menamatkan pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) itu memaparkan bahwa data yang ada saat ini masih merupakan hasil penelitian awal dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Amien juga mengatakan pihak ITS siap jika turut dilibatkan oleh Badan Geologi maupun pemerintah. “Dengan begitu kami dapat belajar banyak mengenai cara eksplorasi dan eksploitasi logam tanah jarang dan material kritis,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com