Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen UB: Kepala Daerah yang Korupsi Punya Mental Miskin

Kompas.com - 07/01/2022, 17:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menjadi sosok kepala daerah terbaru yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kamis, (6/1/2022) KPK merilis 9 orang yang jadi tersangka dengan barang bukti sejumlah uang yang mencapai Rp 5,7 miliar.

Masih banyaknya kepala daerah yang tertangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) disoroti oleh Dosen Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Dr Abdul Aziz SR.

Dia menilai kepala daerah yang korupsi adalah kepala daerah yang bermental kemiskinan.

“Jadi hobinya meminta dan selalu ingin mengambil sesuatu yang bukan haknya, bukan miliknya,” ucapnya, dilansir dari rilis FISIP UB.

Baca juga: Ribuan ASN Dapat Bansos, Pakar UGM: Mentalitas Miskin Penyebab Salah Sasaran

Alumni program Doktor Universitas Indonesia juga menganggap mahalnya biaya Pilkada yang harus ditanggung kandidat juga menjadi salah satu alasan kenapa praktek korupsi masih terjadi.

“Setelah terpilih, setidaknya ada dua hal yang dilakukan kepala daerah. Pertama, mengembalikan modal, biasanya dengan merekayasa kebijakan dan program pembangunan daerah. Ada juga yang bekerja sama dengan pemilik modal (berkolusi) dan mengambil keuntungan di situ,” sambung Abdul Aziz.

Selain itu, kebanyakan para koruptor mengumpulkan uang untuk maju lagi pada periode berikut untuk diri sendiri serta keluarga dan untuk orang-orang yang selama proses pilkada berjasa kepadanya.

Penulis buku berjudul Ekonomi Politik Monopoli ini juga menganggap partai politik tidak sungguh-sungguh mencari dan mempromosikan kader atau orang-orang terbaik untuk posisi kepala daerah.

“Partai politik lebih bersandar pada kemampuan finansial dan tingkat popularitas seorang kandidat. Hampir tidak pernah melihat variabel kualitas dan rekam jejak seseorang. Banyak sekali kepala daerah dari sisi kualitas tidak layak. Bahkan tidak sedikit urakan,” ujarnya.

Baca juga: Kuliah Gratis dan Jadi ASN, Ini 13 Prodi IPDN dan Syarat

Lemahnya kontrol civil society dan hancurnya penegakan hukum membuat kepala daerah merasa tidak takut melakukan korupsi.

Abdul Aziz menyatakan kepala daerah yang melakukan korupsi sesungguhnya rata-rata lebih sibuk mengurus diri sendiri. 

“Kesibukan buruk seperti itu turut menenggelamkannya dalam hasrat untuk mencuri di ruang APBD,” tuturnya.

Tak hanya itu, Abdul Aziz juga menyoroti pendidikan yang saat ini tidak mengajarkan manusia Indonesia bersikap jujur dan menjauhi korupsi.

Bahkan orangtua serta lembaga-lembaga pendidikan mempertontonkan perilaku korup kepada anak-anak sejak kecil.

“Contoh orangtua bersedia membayar mahal agar anaknya diterima di sekolah tertentu. Si anak tahu transaksi itu. Dan, itu kemudian menjadi pengetahuan dan pengalaman si anak,” tegasnya.

Baca juga: BCA Buka 10 Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Segera Daftar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com