KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Ukrida
UKRIDA Bagimu Negeri
Akademisi

Platform akademik Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) untuk menyebarluaskan gagasan dari para akademisi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat dan dipersembahkan bagi kemajuan negeri Indonesia.

Teknologi Perilaku, Ilmu Masa Depan yang Perlu Segera Diwujudkan

Kompas.com - 05/01/2022, 16:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Prof Johana E Prawitasari PhD

Program Studi Psikologi, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

KEMAJUAN teknologi telah terjadi saat ini. Salah satu wujud dari kemajuan tersebut adalah penggunaan mesin atau robot berteknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Di samping itu, bioteknologi dan teknologi informasi (IT) pun berkembang pesat.

Namun, benarkah mesin, robot, dan IT membuat hidup manusia lebih mudah? Apakah perilaku manusia perlu berubah mengikuti kemajuan teknologi? Sistem di luar manusia seperti apakah yang dibutuhkan untuk saat ini dan masa depan?

Tulisan ini menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus memaparkan plus dan minus kemajuan teknologi untuk kemanusiaan.

Guna mempelajari hubungan teknologi dan perilaku manusia, pendekatan baru pun diperlukan. Baru-baru ini, keilmuan Teknologi Perilaku ditawarkan sebagai pendekatan baru dalam ilmu pengetahuan perilaku.

Keilmuan baru tersebut diharapkan segera dikembangkan pada universitas-universitas di Indonesia dengan kolaborasi bersama sektor industri.

Teknologi saat ini

Sebelum membahas lebih jauh tentang Teknologi Perilaku, mari kita simak ilustrasi antara teknologi dan perilaku manusia di masa depan yang ditulis oleh Olle Häggstörm dalam bukunya, Here be Dragons: Science, Technology, and the Future of Humanity (Oxford University Press, 2016).

Dari judulnya saja, kita sudah diberi gambaran terkait wilayah yang tidak kita kenal dan berbahaya. Pasalnya, terdapat naga yang digambarkan mampu menyembur api.

Seperti diketahui, naga merupakan mitologi atau monster yang dipercaya oleh sebagian masyarakat, tapi tidak ada buktinya.

Pada buku novel tersebut, Häggstörm mengingatkan tantangan di balik kelebihan temuan-temuan teknologi baru, seperti rekayasa genetika dan kemajuan di dunia medis. Ia pun mengingatkan risiko yang mungkin muncul akibat perkembangan teknologi. Jangan sampai kemanusiaan punah akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, begitu kira-kira yang ingin ia sampaikan.

Profesor matematika itu menulis tentang angkasa luar untuk melebarkan dunia. Dia menceritakan makhluk ruang angkasa dalam hubungannya dengan kehidupan di Bumi. Makhluk ini jauh lebih menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kerja sama antara manusia dan makhluk tersebut diceritakan dalam bukunya itu.

Saat ini, manusia sudah bersiap-siap untuk berkoloni di ruang angkasa, khususnya kemungkinan tinggal di Planet Mars. Sudah ada prototipe kendaraan besutan perusahaan Tesla yang akan digunakan di planet itu. Bahkan, organisasi privat di Belanda mulai membuka penawaran kepada orang-orang untuk bermukim di sana.

Menilik berbagai fenomena tersebut, apakah yang ditulis Häggstörm dalam bukunya kemungkinan menjadi nyata?

Dalam keseharian, kemajuan teknologi membuat hidup manusia lebih nyaman. Dulu, tidak ada telepon genggam dengan berbagai aplikasinya. Muncul pula ekonomi baru. Kehadiran internet pun memungkinkan transaksi secara daring.

Di bidang medis, kemajuan bioteknologi terlihat jelas. Ada ultrasonography (USG) yang dapat menghasilkan citra janin dalam kandungan. Electroencephalography (EEG) digunakan untuk merekam otak secara elektronik. Magnetic resonance imaging (MRI) dikembangkan untuk melihat citra dan ketepatan fungsi otak.

Di samping itu, ada pula alat röntgen untuk gigi yang sangat kecil. Citra digital langsung terlihat di layar monitor. Dokter gigi dapat langsung menggunakannya sebagai pemandu perawatan gigi pasien pada saat itu juga.

Masih banyak lagi pemeriksaan medis yang dapat dilakukan menggunakan alat-alat bantu tersebut.

Meski demikian, kehadiran teknologi tersebut tidak hanya memberikan manfaat positif. Teknologi juga membawa dampak negatif.

Teknologi canggih pada dunia kesehatan, misalnya, membuat tenaga medis seolah-olah melupakan kepekaan klinis sehubungan dengan kebutuhan pasien. Semua jadi bergantung pada alat dan mesin.

Padahal, pasien sering lebih membutuhkan pelayanan penuh sentuhan kemanusiaan. Oleh karena itu, tenaga medis perlu meningkatkan kemampuan komunikasi antarmanusia. Di situlah, hasil penelitian ilmu sosial dan perilaku berguna di dunia medis.

Contoh lain yang bisa diambil adalah tindakan transplantasi organ. Saat ini, telah tersedia cangkok organ yang berasal dari hewan. Ada binatang tertentu mempunyai deoxyribonucleic acid (DNA) yang kompatibel dengan manusia.

Ada penyekat bilik jantung berasal dari organ binatang tersebut. Dengan persiapan tertentu, organ tersebut dapat dicangkokkan pada tubuh manusia.

Namun, apakah semua orang, bila betul-betul membutuhkan, bersedia dicangkoki organ hewan tersebut? Belum tentu. Sebab, ada keyakinan agama tertentu yang melarang penggunaannya.

Bentuk teknologi terkini lainnya adalah alat berupa cip yang dapat disisipkan ke dalam otak. Fungsi kerja bagian otak yang rusak dapat digantikan oleh alat tersebut. Salah satunya, untuk perawatan penyakit parkinson.

Gerakan yang biasanya tak terkendali menjadi terkelola dengan bantuan cip tersebut. Penanganan ini tentu memerlukan pemeriksaan saksama tentang kemungkinan dampak sampingnya. Ada persyaratan bahwa hanya pasien parkinson tanpa gangguan mental yang dapat menggunakan metode perawatan ini.

Kemanusiaan

Semua kemajuan teknologi tersebut membuat kita bertanya kembali tentang hal-hal mendasar. Apakah kemanusiaan itu?

Manusia adalah mamalia yang punya inteligensi. Manusia punya otak yang sangat rumit dan bekerja tanpa henti. Kemanusiaan merupakan kerumitan manusia yang unik ketimbang makhluk hidup lainnya di Bumi.

Salah satu ciri khas manusia adalah emosi. Marah, sedih, senang, dan takut merupakan emosi dominan dalam hidup manusia. Semua emosi itu dibutuhkan untuk bertahan hidup.

Pada umumnya, hanya emosi senang yang dinilai positif. Emosi lain kerap dianggap negatif. Seolah-olah, emosi lain tidak berguna. Padahal, semua emosi dibutuhkan saat berhubungan dengan manusia lain.

Selain emosi, ciri khas kemanusiaan adalah cinta. Cirinya adalah kasih sayang, simpati, empati, nurani, identitas diri, dan citra tubuh. Semua itu terbina sejak manusia lahir ataupun saat masih dalam kandungan. Ciri khas itu dapat dialihpindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Budaya yang merupakan ciptaan manusia juga menjadi ciri khas kemanusiaan. Berbagai seni pertunjukan merupakan kreasi manusia. Tari dan sandiwara, baik tradisional maupun modern, tercipta oleh imajinasi manusia.

Seni kriya dan alat rumah tangga tercipta melalui tangan manusia. Primata mempunyai tangan, tetapi tidak digunakan untuk mencipta. Mereka menggunakan tangan, hanya sebatas untuk bertahan hidup.

Pertunjukkan tari topeng khas IndonesiaDok. Shutterstock Pertunjukkan tari topeng khas Indonesia

Selain seni, kebutuhan yang menyangkut kepatutan sebagai manusia berbudaya juga turut tercipta. Berbagai makanan, pakaian, penataan ruang, dan seterusnya merupakan tanda eksistensi kemanusiaan.

Apakah kemajuan teknologi dapat mendukung atau menghapus semua itu? Justru kita perlu memanfaatkan kemajuan teknologi dan meminimalkan dampak buruknya. Hanya saja, kemajuan teknologi begitu cepat berubah. Apakah manusia siap untuk berubah secara cepat pula?

Untuk itu, perlu ada kerja sama antara teknologi dan ilmu pengetahuan perilaku. Pendekatan ini sedang disiapkan oleh berbagai universitas terkemuka di dunia.

Perilaku manusia dapat dibentuk menjadi lebih terarah secara sistemik menggunakan teknologi. Kinerja prima sesuai tujuan organisasi pun dapat diwujudkan.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Apakah dunia akademinya sudah siap mengembangkan teknologi perilaku?

Teknologi perilaku

Model ilmu pengetahuan rekayasa perilaku sudah lama dikembangkan. Salah satunya tertuang dalam Behavioral Engineering Model yang dikembangkan oleh Thomas F Gilbert. Penjelasan mengenai model ini dapat ditemukan dalam bukunya yang bertajuk Human Competence: Engineering Worthy Performance (McGraw-Hill, 1978).

Adapun model tersebut didasarkan pada teori behaviorisme radikal yang diciptakan salah satu tokoh besar psikologi, B F Skinner.

Gilbert merupakan seorang profesor yang lebih visioner ketimbang menjadi pengusaha. Koleganya yang juga seorang mahasiswa terakhir Skinner di Harvard, Carl Binder, lebih piawai dalam memasarkan konsep-konsep tersebut.

Binder menyebarluaskan model yang diciptakan oleh Gilbert. Ia pun sukses membuat hasil penelitiannya menjadi komersial. Fluency Building Instructional dan metodologi pengiraan diciptakan untuk diterapkan dalam organisasi dan industri. Ia juga menjadi pionir knowledge management.

Behavioral Engineering dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Seperti Skinner, Gilbert menyebutkan bahwa lebih penting mengatur lingkungan daripada perilaku perorangan. Matriks berikut menggambarkan model tersebut.

Matriks Behavioral Engineering ModelDok. Ukrida Matriks Behavioral Engineering Model
Sebagai mahasiswa terakhir Skinner, Binder menguraikan pengaturan lingkungan dalam matriks itu. Organisasi menyediakan ketiga variabel yang ada dalam Behavioral Engineering Model.

Bila mengacu pada Binder, percuma saja berinvestasi pada motivasi dan kesukaan orang. Hasilnya tidak akan menjadi seperti yang diharapkan. Kecukupan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari memang penting. Setelah itu, kebutuhan sekunder dapat terpenuhi, seperti kebutuhan untuk berprestasi. Perlu pengelolaan variabel lingkungan untuk kinerja prima.

Universitas di Indonesia perlu mengadopsi model Behavioral Engineering Model dan menyesuaikannya dengan istilah teknologi perilaku. Adaptasi dapat dilakukan di berbagai aspek. Kerja sama dengan dunia industri mutlak dibutuhkan.

Pemahaman perilaku manusia yang bisa dikawinkan secara humanis dengan teknologi terkini perlu disamakan. Penggunaan teknologi terkini pada lingkungan yang tepat diharapkan membuat kinerja individu lebih efektif. Teknologi perilaku menyediakan pendekatan baru dalam pengelolaan lingkungan tersebut.

Ilustrasi naik-turunDok. Shutterstock Ilustrasi naik-turun

Penutup

Sisi positif dan negatif tentang kemajuan teknologi telah disampaikan. Kapan robot digunakan dan kapan kemanusiaan ditonjolkan perlu dipertimbangkan kembali. Teknologi perilaku merupakan “perkawinan” antara kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan perilaku yang berguna untuk pengelolaan lingkungan.

Tambahan Binder dan Model Gilbert digunakan sebagai landasan teori. Rancangan penelitian operasional menjadi kunci keberhasilan perubahan lingkungan. Capaiannya adalah kinerja prima dalam tiap organisasi untuk berkembang bersama.

Baca tentang

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com