PEMERINTAH, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), terus berjuang keras memembenahi bidang pendidikan nasional yang masih melempem dibandingkan dengan sejumlah negara, seperti dengan sesama negara anggota ASEAN apalagi dengan sesama anggota G20.
Tak heran, demi meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, Kemendikbudristek terus melahirkan kebijakan dan program yang inovatif, salah satunya adalah Merdeka Belajar.
Sejak dikeluarkannya kebijakan Merdeka Belajar pada akhir 2019 hingga saat ini sudah ada 13 episode. Merdeka Belajar episode ke-2 adalah Kampus Merdeka yang di dalamnya terdapat program Kampus Mengajar. Dalam program itu, para mahasiswa diterjunkan ke sekolah-sekolah, khususnya jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, untuk mengajar.
Baca juga: Pendaftaran Kampus Mengajar 3 Diperpanjang, Mahasiswa Segera Daftar
Dengan dukungan LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan/Indonesia Endowment Fund for Education) dan Kementerian Keuangan, program Kampus Mengajar menghadirkan mahasiswa sebagai bagian dari penguatan pembelajaran terutama di masa pandemi Covid-19, khususnya yang berada di wilayah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal).
Dr Wagiran dari Sub Pokja Program Kampus Mengajar menyampaikan, program itu merupakan satu upaya strategis Kemendikbudristek yang harus disambut di lapangan. Karena Kampus Mengajar hadir untuk turut serta berperan dan berbakti demi menyukseskan literasi dan numerasi.
Program Kampus Mengajar sudah berjalan tiga kali. Satu tahap perintis (uji coba) dan dua tahap operasional. Pada tahap perintis tecatat 2.390 mahasiswa berpartisipasi.
Tahap I sebanyak 14.621 mahasiswa, tahap II ada 22.000 mahasiswa, dan tahap III terbuka peluang bagi 33.000 mahasiswa dan 6.600 dosen pembimbing lapangan. Masa pendaftaran Program Kampus Mengajar tahap III dari 25 November hingga 10 Desember 2021.
Apabila target perekrutan Kampus Mengajar tahap III terpenuhi, maka total mahasiswa yang terlibat dalam program Kampus Mengajar mencapai 72.011 orang.
Menurut Kemendikbudristek, program Merdeka Belajar bermanfaat untuk mendukung perguruan tinggi mencapai indikator kerja umum (IKU) yang meliputi tiga hal. Pertama, memberi kontribusi nyata bagi penyelesaiaan permasalahan pendidikan khususnya di masa pendemi.
Kedua,memberi kesempatan kepada dosen lintas prodi untuk berkolaborasi dengan mahasiswa, sekolah, dan guru dalam pengembangan pendidikan. Ketiga, memberikan ruang pengabdian, penerapan berbagai kajian, inovasi, dan kreativitas yang dihasilkan dosen dalam peningkatan mutu pendidikan.
Kemendikbudristek menyebutkan program Kampus Mengajar memiliki 14 capaian pembelajaran. Di antaranya menginternalisasi empati dan kepekaan sosial terhadap permasalahan kehidupan kemasyarakatan yang ada di sekitarnya; menginternalisasi sikap saling menghargai dalam penyelesaian permasalahan; menginternalisasi etika komunikasi, kolaborasi dan interaksi sosial; mengembangkan jiwa kepemimpinan, softskills dan karakter dalam berinovasi dan berkolaborasi dengan guru untuk meningkatkan kreativitas pembelajaran.
Manfaat dan capaian pembelajaran Kampus Mengajar itu memang sangat mengesankan. Namun, menilik Kampus Mengajar adalah sebuah program yang bersifat jangka pendek, menargetkan tiga manfaat utama dengan 14 jenis capaian, terkesan tidak realistis.
Sebab untuk meraih capaian yang ideal seperti itu tidak gampang. Dengan kata lain, melakukan transformasi pendidikan sehingga menjadi berkualitas, dengan pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Finlandia, misalnya, butuh waktu 40 tahun untuk melakukan transformasi sistem pendidikannya. Otoritas Filandia memulai langkah reformasi pendidikan melalui riset dan pengembangan secara bertahap, dalam jangka waktu panjang.
Baca juga: Program Magang dan Kampus Mengajar Jadi Flagship Kampus Merdeka
Begitu panjang prosesnya sampai-sampai para pendidiknya tak menyadari bahwa langkah yang mereka tempuh sangat efektif. Mereka baru menyadari upaya reformasi telah meraih kemajuan ketika tahun 2000, Program for International Student Assessment (PISA) mengungkapkan hasil uji standar bahwa anak-anak Finlandia usia di bawah 15 tahun sebagai yang terbaik di dunia, dalam bidang literasi dan cara belajar mandiri, kreatif dan inovatif.