Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Webinar ITB: Tahun 2050, Ikan di Laut Lebih Sedikit dari Sampah Plastik

Kompas.com - 06/12/2021, 19:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Plastik merupakan salah satu "musuh" alam yang paling besar karena menghasilkan jumlah sampah terbanyak. Tidak hanya di lingkungan sekitar rumah, namun di gunung, tempat pariwisata, hingga laut, plastik selalu mencemari lingkungan dan sulit untuk mengolahnya.

Dibutuhkan waktu bertahun-tahun hingga ratusan tahun agar plastik bisa terurai dan sebagian besar sampahnya berakhir di laut.

“Rasio jumlah plastik terhadap ikan di laut pada 2025 adalah 1:3. Akan tetapi, pada 2050 diperkirakan jumlah sampah akan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan di laut. Hal ini dapat diperparah dengan tindakan overfishing,” ungkap peneliti dari Pusat Riset Geoteknologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dwi Amanda Utami dilansir dari laman Institut Teknologi Bandung (ITB).

Baca juga: Tanaman Bisa Hasilkan Emas? Ini Penjelasan Guru Besar IPB University

Dia mengatakan, keberadaan sampah plastik di laut ini dapat membunuh berbagai biota, merusak ekosistem, bahkan membahayakan kegiatan navigasi perkapalan apabila sampah-sampah tersebut tersangkut di baling-baling.

“Sementara mikroplastik merupakan partikel plastik atau fiber dengan ukuran < 5 mm. Tipe mikroplastik ini ada 2, yakni primer dan sekunder. Mikroplastik primer diproduksi dalam ukuran yang sangat kecil, contohnya Polyethylene microbeads yang banyak terdapat pada produk kecantikan. Sedangkan mikroplastik sekunder berasal dari degradasi plastik sekali pakai yang berukuran lebih besar,” jelasnya saat mengisi kuliah tamu Program Studi Oseanografi, Jumat (26/11/2021).

Selain itu, ada juga serat mikroplastik yang merupakan serat sintetis seperti polyester atau nylon dan umum digunakan sebagai pakaian, furnitur, senar pancing, dan jaring ikan.

“Faktanya, ketika kita mencuci 6 kg baju dari serat sintetis, secara tidak langsung kita telah membuang sekitar 700.000 serat mikroplastik ke saluran air dan akan berakhir di laut,” paparnya.

Baca juga: Mengapa Bajak Laut Matanya Ditutup Satu?

Karena ukurannya yang sangat kecil, mikroplastik dapat ditemui di mana saja. Dari perairan tropis hingga Arktik, dari pantai yang akrab dengan aktivitas antropogenik sampai laut dalam yang tidak terjamah manusia.

Di Indonesia, mikroplastik dapat ditemukan di perairan laut, sedimen sungai, estuari, sedimen di lingkungan terumbu karang, bahkan dalam perut ikan. Jumlah sampel ikan di Indonesia yang mengandung mikroplastik bahkan 5 kali lebih banyak dibandingkan di Amerika.

Fiber dan fragmen adalah jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan. Keduanya berasal dari pakaian dengan serat sintetis, alat pancing, dan jaring ikan.

Keberadaan mikroplastik di dalam perut ikan dan sumber air tawar dapat menjadi jalan masuk ke tubuh manusia. Mikroplastik mengandung berbagai zat aditif yang berbahaya bagi kesehatan.

“Plastik dapat menyerap bahan kimia berbahaya yang terlarut dalam air dan semakin kecil ukuran partikel plastik, ia akan semakin efisien dalam mengakumulasi toksin,” kata Amanda.

Ia menambahkan, bahwa polusi udara juga mengandung mikroplastik berukuran 10 – 25 mm yang dapat terakumulasi di saluran pernafasan dan paru-paru sehingga akan mengganggu sistem pernapasan.

Potensi bahaya mikroplastik lainnya pada kesehatan manusia adalah memicu pertumbuhan tumor, penghambat sistem imun, dan mengganggu sistem reproduksi.

Saat ini, keberadaan mikroplastik belum berada di tingkat yang mengancam. Namun, seiring berjalannya waktu jumlahnya akan meningkat dan bahanya akan semakin nyata.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com