Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nadiem Ungkap Bedanya Pra dan Pasca Terbitnya Permendikbud PPKS

Kompas.com - 16/11/2021, 19:04 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengungkapkan, ada 77 persen kasus kekerasan seksual di kampus.

Fenomena ini makin membuat miris karena sebanyak 66 persen tidak melapor ke polisi. Korban memilih tidak melapor karena takut dan malu.

"Kita mensurvei dosen, 77 persen mereka telah melihat kekerasan seksual di kampusnya sendiri. Dan dari 77 persen itu, 67 persen dari kasus itu tidak dilaporkan," kata Nadiem di acara Podcast Deddy Corbuzier, Selasa (16/11/2021).

Menurut Nadiem, kasus pelecehan seksual ibarat fenomena gunung es. Karena yang muncul di permukaan sangat sedikit.

Baca juga: Siswa Wajib Cuci Tangan Setelah Melakukan 10 Aktivitas Ini

Kekerasan seksual tidak ada korelasi dengan pakaian

Dengan adanya Permendikbud 30 ini, Nadiem berharap bisa mencegah pemikiran bahkan niat pelaku atau bahkan calon pelaku kekerasan seksual untuk bertindak lebih jauh lagi.

Dalam acara podcast Deddy Corbuzier, Nadiem menegaskan, tindak kekerasan seksual di kampus tidak ada korelasinya dengan pakaian yang dipakai korban. 

Nadiem menganalogikan, misalnya di jalan ada orang dipukulin orang lain. Kemudian ada pertanyaan, korban pakai baju yang aneh atau lucu atau pakai cat di mukanya. Tetap saja (memukuli) adalah suatu kekerasan.

"Sama sekali tidak ada korelasi antara korban pakai baju terbuka atau yang lainnya. Pertanyaan itu pun tidak penting karena sudah ada kekerasan. Itu namanya salah, kenapa harus di justifikasi," tegas Nadiem.

Baca juga: Wajib Tahu, 5 Aplikasi Penting bagi Mahasiswa Jurusan Statistika

Nadiem menambahkan, terkait pakaian yang dipakai korban, sebenarnya ada pemisahan dengan apa yang dipikirkan dan apa yang dilakukan. Hal ini pula yang membedakan manusia dengan binatang.

Perbedaan pra dan pasca Permendikbud 30

Nadiem memaparkan, ada dua skenario pra-Permen PPKS dan pasca-terbitnya Permen PPKS. Sebelum terbitnya Permen PPKS, di situasi dosen yang melakukan pelecehan terhadap mahasiswi, jika berani, korban akan melapor peristiwa yang dialaminya.

Kemungkinan terbesar jika korban mencoba melapor yakni dihiraukan. Jika tidak ada tindak lanjut, korban hanya bisa bercerita ke temannya.

Kemudian temannya memberi saran bahwa risikonya lebih besar daripada keuntungannya sehingga menyarankan korban untuk memaafkan. 

Baca juga: Resmi Gelar PTM Terbatas, Unpar Siapkan Buku Saku AKB Covid-19

Tidak ada lagi damas secara kekeluargaan

Bahkan jika korban lebih berani lagi melapor ke pihak institutsi justru diajak untuk berdamai secara kekeluargaan.

Bagi Nadiem, kata itu justru sangat ironis karena melanggar asas kekeluargaan yang terpenting yakni melindungi anak-anak. Namun kata kekeluargaan justru dipakai untuk menolerir tindak kekerasan seksual.

"Misal korban berani mengumumkan lewat sosmed, dia kena UU ITE dan justru jadi korban. Kalau ada korban melaporkan, apa sih kemungkinan dengan semua konsekuensi sanksi sosial, komunitas dan keluarga. Berapa sih kemungkinan, benar itu terjadi atau tidak," ungkap Nadiem. 

Nadiem menerangkan, dengan terbitnya Permendikbud 30, korban bisa melihat isi Permendikbud 30 dan bisa tahu situasi yang dialami masuk dalam pelecehan seksual atau tidak.

Baca juga: Pakar UGM: Masyarakat Harus Sadar Pentingnya Lindungi Data Pribadi

Korban juga tidak perlu bingung lagi mengadu ke siapa jika mengalami kekerasan seksual di kampus.

"Korban bisa datang ke Satgas yang dimiliki perguruan tinggi. Dalam Satgas tersebut sudah ada tim yang pagi, siang, malam untuk memproses aduan dan melakukan investigasi dan berkoordinasi dengan rektorat," tandas Nadiem.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com