Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/11/2021, 17:51 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim mengatakan Indonesia kini sedang berada dalam situasi darurat kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

"Tak hanya pandemi Covid, namun juga ada pandemi kekerasan seksual dilihat dari banyak data," papar Nadiem dalam konferensi daring "Merdeka Belajar Episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual", Jumat (12/11/2021).

Baca juga: Kemendikbud Ristek Bantah Permendikbud 30 Legalkan Zina

Menurut data Kanal Lembaga Negara (2015-2020), dari semua aduan kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan yang diterima oleh Komnas Perempuan, sebanyak 27 persennya terjadi di jenjang pendidikan tinggi.

Lalu, Kanal Aduan Eksternal (2019) mendapati berdasarkan 174 testimoni dari 79 kampus di 29 kota, ada 89 persen perempuan dan 4 persen laki-laki menjadi korban kekerasan seksual.

Dari data-data tersebut, Kemendikbud Ristek pun melakukan survei (2020) terhadap pendidik dan tenaga kependidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di wilayah Barat, Tengah dan Timur Indonesia.

Hasilnya, 77 persen responden menyatakan terjadi kasus kekerasan seksual di kampusnya.

Namun mirisnya, sebanyak 63 persen responden tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus.

"Dan akhirnya kita melakukan survei langsung, saat ini kita melakukan kepada dosen, tidak termasuk mahasiswa, kalau termasuk mahasiswa mungkin angkanya lebih besar lagi. Kita menanyakan kepada dosen-dosen kita, apakah kekerasan seksual pernah terjadi di kampus dan 77 persen merespon iya," jelasnya.

Itulah mengapa, lanjut dia, Kemendikbud Ristek mengambil posisi untuk melindungi semua mahasiswa, dosen dan tenaga pendidik dari kekerasan seksual melalui Permendikbud PPKS.

Baca juga: 3 Beasiswa Penuh S1-S2 dari Pemerintah, Calon Mahasiswa Harus Tahu

Belum ada payung hukum

Nadiem menyebut, Indonesia belum memiliki peraturan undang-undangan yang dapat menangani permasalahan seksual di kampus. Korban yang belum terlindungi umumnya dirujuk ke KUHP yang masih banyak keterbatasan.

Salah satu keterbatasan KUHP, terang Nadiem, tidak mengenali kekerasan berbasis gender online. Padahal, di rentang usia tersebut, mahasiswa adalah mengguna aktif media sosial. Terlebih, perkuliahan di tengah pandemi banyak dilakukan secara oline.

"Bahwa sekarang di era teknologi, bentuk-bentuk kekerasan seksual yang verbal, non-fisik dan secara digital itu juga harus ditangani segera," paparnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, sasaran Permendkbud PPKS ialah mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus serta masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma.

"Ini bukan hanya dosen ke mahasiswa, namun juga mahasiswa ke mahasiswa, dosen ke tenaga pendidik, dosen ke dosen, bahkan lintas perguruan tinggi pun ada. Ruang lingkupnya luas, asal salah satu dari pelaku maupun korban itu bagian dari sivitas akademika kampus, berarti Permen PPKS ini berlaku," jelasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com