Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/10/2021, 15:28 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Oleh: Nayla Syarifah Hiefra | SMAN 5 Yogyakarta, DIY | Finalis Festival Literasi Siswa Indonesia 2021

KOMPAS.com - Panas cuaca dan pedasnya kata-kata, ditelan olehnya dengan rela. Sebut saja 'Bu Nyai', sosok yang bisa kami temukan tiap siang pada sebuah dusun di Kelurahan Jambidan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Gaya berkelilingnya selalu sama, keranjang dijinjing, sepeda dituntun, demi rezeki yang agaknya tak sempat untuk terkumpul.

Tiga kilometer jalan yang ditempuh dengan sepeda dan kakinya. Warga perumahan di Dusun Bintaran memang banyak yang mengabaikannya, tapi tidak untuk satu hingga tiga pelanggan setia.

Muryani, nama asli pedagang itu, makin sering ngider meski ke rumah yang itu-itu saja.

Lantas, bagaimana pendapat warga yang didatangi? "Saya sampai nggak belanja di tempat lain lho, Mbak. Biar ada yang bisa dibeli waktu Bu Nyai datang," tutur Iwuk. Sejak pertama kali Muryani datang ke rumahnya, ia jadi sering membeli sembako pada ibu berkerudung itu.

Bahkan, ia juga biasa membeli dagangan lain yang ditawarkan Muryani.

Baca juga: Jernang, Nasibmu Kini

"Setiap datang selalu teriak, 'Monggo, Bu Nyai!'," kisahnya. Sebutan 'Bu Nyai' yang tersemat pada Muryani, bermula dari kebiasaan yang ia lakukan. Muryani memang bukan seorang alim seperti istilah pada kamus islami. Malah, ia mengaku bahwa dirinya bukanlah seorang yang terpelajar meski usianya telah berkepala empat.

"Saya orang bodoh, tidak tahu baca tulis," kata Muryani dengan suara parau, sambil menundukkan kepalanya.

Sesaat terdengar miris, sebelum kemudian kami yang mendengar tak lagi bertanya. Maklum, Muryani dengan pakaian kumal serta wajah kusam dan keriputnya memang sudah tampak memprihatinkan.

Bila untuk sandang dan pangan saja ia kesulitan, apalagi pendidikan? Beruntunglah ia, punya sepeda onthel tua yang masih dapat dikayuh dan diajak untuk mencari rezeki.

Tak peduli dengan keadaan dirinya, ia berusaha untuk tetap bekerja demi kelangsungan hidupnya dan sang kakak lelaki. Mau bagaimana lagi, kakaknya sakit-sakitan sehingga ia mesti berjuang seorang diri.

Bisanya hanya berjualan, maka berapa pun orang yang menolaknya, ia akan tetap melakukan.

Bergelut di bidang ekonomi, Bu Nyai turut bersaing dengan food delivery. Tantangan yang harus ia hadapi tidak main-main. Bila food delivery cukup mengantarkan makanan yang telah dipesan, maka Bu Nyai harus memikirkan barang apa saja yang orang-orang butuhkan.

Dipilihlah barang itu, lalu ia hamparkan di depan rumah sang pembeli. Tidak juga langsung kembali, ia harus menunggu dulu sampai barangnya terjual lagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com