Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Universitas Pertamina Inovasi Metode Pengembangan Obat Kanker Payudara

Kompas.com - 25/10/2021, 11:59 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebutkan kanker payudara merupakan salah satu penyakit yang memiliki tingkat kematian tinggi di Indonesia, bahkan dunia.

Data Globocan 2020 menunjukkan, dari total kasus kanker di Indonesia, 16.6 persennya merupakan kanker payudara.

Sementara itu, tingkat keganasan kanker payudara mencapai 11.65 persen per 100 ribu penduduk Indonesia. Pada tahun 2020, angka kematian akibat kanker payudara menembus 22.430 jiwa.

Itulah mengapa, 26 Oktober setiap tahunnya, dunia memperingati hari peduli kanker payudara.

Baca juga: 6 PTN Jurusan Farmasi Terbaik Indonesia 2022 Versi THE WUR

Beberapa obat yang digunakan pada pasien kanker payudara diketahui memiliki efek samping beragam. Di antaranya resistensi obat dan reaksi hepatotoksik atau kerusakan pada hati.

Sementara itu, tingginya kebutuhan inovasi obat-obatan baru, sering terkendala lamanya waktu pengembangan obat. Penelitian dan pengembangan obat baru membutuhkan waktu kurang lebih 12 tahun.

Andrea Hanna Rinindita, Mahasiswa Program Studi Kimia Universitas Pertamina, melakukan penelitian berbasis komputasi dalam mengembangkan obat kanker payudara.

“Ada tiga tahap yang dilakukan secara berurutan dalam proses pengembangan obat, yakni in silico, in vitro, dan in vivo. Penelitian saya berada di tahap in silico. Jadi, merupakan tahap awal untuk melihat efektivitas dan efisiensi obat,” ungkap Dea dalam wawancara daring, Jumat (23/10).

Dalam penelitiannya, Dea menggunakan metode docking molekuler. Metode ini dilakukan melalui simulasi komputasi untuk mengamati reaksi kandidat obat yang dikembangkannya pada protein kanker.

Baca juga: Beasiswa S2 Jepang 2022, Kuliah Gratis dan Tunjangan Rp 18 Juta Per Bulan

“Komputasi membuat pengembangan obat baru lebih efisien. Karena, proses evaluasi potensi dan risiko toksik dapat dilakukan lebih cepat,” lanjut Dea.

Lebih jauh, Dea juga melakukan analisa efektivitas kandidat obat yang dikembangkannya melalui metode ini.

“Persentase efektivitasnya itu tampak dalam bentuk nilai dari interaksi si kandidat obat dengan senyawa protein. Semakin besar nilainya, interaksinya semakin besar. Artinya, kandidat obat ini semakin bagus dalam mengikat senyawa protein dari kanker payudara. Sehingga, senyawa protein itu jadi sulit untuk berkembang,” tutur Dea.

Inovasi ini, untuk pertama kalinya Dea publikasikan pada seleksi Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapresnas) Tingkat Nasional Tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Sebelumnya, mengalahkan ratusan peserta dari perguruan tinggi di wilayah DKI Jakarta, Dea berhasil menyabet juara ke-2 melalui gagasan pengolahan limbah kulit buah salak.

Baca juga: BCA Buka Magang Bakti bagi Lulusan SMA-SMK, D1-D3 dan S1, Yuk Daftar

“Ide inovasi obat ini muncul ketika saya mendapat mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi dan Statistika, yang mempelajari bahasa pemrograman. Selain itu, mata kuliah lain seperti Kimia Pemodelan dan Analisis Data yang berfokus pada kimia komputasi, juga mendorong semangat saya untuk membawa penelitian ini ke tahap yang lebih serius,” ujar Dea.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com