Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/10/2021, 10:35 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Oleh: Alif Fadillah Aryatama | SMA Avicenna Jagakarsa, DKI Jakarta | Finalis Festival Literasi Siswa Indonesia 2021

KOMPAS.com - “Tugas para fungsionaris, pemuka agama dan bahkan umat beragama adalah terus mensosialisasikan dan sekaligus mengaktualisasikan ajaran-ajaran agama tentang perdamaian dalam kehidupan sehari-hari”.

Itulah sebuah kutipan dari pernyataan mantan Presiden RI, Jusuf Kalla dalam buku Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian dari The Wahid Institue dan Soka Gakkai Indonesia.

Kutipan tersebut tentu lahir karena adanya harapan akan dampak positif dari keberagaman.

Namun dalam kacamata lainnya, keberagaman juga sangat rentan memicu konflik serta perpecahan. Bahkan hadirnya pandemi Covid saat ini tak membuat kasus intoleransi berkurang, namun justru tumbuh bersemai mengancam persatuan di tengah krisis pandemi.

Hal ini diperkuat oleh data yang dikeluarkan Setara Institute bahwa selama pandemi tahun 2020 saja terjadi 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, dengan 422 tindakan yang berupa pelarangan pembangunan fasilitas ibadah, intimidasi kegiatan peribadatan, penodaan agama dan pelarangan ibadah dari kelompok tertentu ke kelompok lainnya.

Permasalahan intoleransi terhadap keberagaman tersebut tentu menjadi ancaman serius bagi Bumi Pertiwi. Upaya persuasif dan preventif perlu dilakukan secara terus menerus khususnya bagi generasi muda sebagai pemegang tongkat estafet bangsa.

Upaya menyemai benih toleransi ini bisa dilakukan melalui berbagai kegiatan.

Salah satu contoh baik penerapan pendidikan toleransi dilakukan oleh SMA Avicenna Jagakarsa dan SMA Kristen Ketapang 1 Jakarta yang justru menembus batas saling belajar keberagaman melalui tatap maya (daring) pada selasa (24/8/2021).

Baca juga: Sepotong Keharmonisan Multikultural di Pesengkongan...

Pembelajaran Jarak Jauh yang selama ini dianggap banyak orang kurang berdampak positif bagi siswa, nyatanya dapat diubah sudut pandangnya oleh kedua sekolah yang berhasil menciptakan pembelajaran menarik dan kaya nilai toleransi yang diberi nama Pembelajaran Lintas Sekolah: Belajar Keberagaman.

Kegiatan ini tentu bisa dikatakan menembus batas kondisi pandemi yang banyak dianggap orang lain menghambat kreatifitas dan pembelajaran.

Guru PPKn SMA Avicenna Jagakarsa, yaitu Hafid Priawitantio menuturkan bahwa kegiatan ini dapat dilaksanakan justru karena adanya momentum pembelajaran daring selama pandemi dan karena melihat keunikan dari kedua sekolah.

“Justru karena adanya PJJ ini kita bisa komunikasi, belajar dan bertemu sekolah lain tanpa harus mendatangi secara fisik. Ini momentum baik kita bisa belajar lintas sekolah secara virtual, belajar dari keunikan satu sama lain, melalui aplikasi Zoom. Itu juga salah satu dampak positif teknologi ya,” ujar Hafid.

Salah satu hal menarik dari kegiatan ini yaitu dapat terlihat dari perbedaan identitas antara SMA Avicenna Jagakarsa yang semua siswanya beragama Muslim serta SMA Kristen Ketapang 1 Jakarta yang mayoritas siswanya beragama Nasrani, Hindu, dan Budha serta mayoritas keturunan etnis tionghoa.

Kondisi ini tentu bisa dikatakan menembus “batas” perbedaan dan latar belakang siswa yang saling berbeda identitas, agama, etnis, dan budayanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com