Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/09/2021, 19:35 WIB
Inang Sh ,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.comGap year adalah sebuah periode ketika seseorang memutuskan rehat dari proses pendidikan formalnya baik itu masa sekolah ataupun memasuki masa kuliah.

Sebagai contoh, seorang lulusan sekolah menengah atas (SMA) yang memilih tidak langsung melanjutkan kuliah ketika lulus. Ini berarti ia sedang mengambil gap year atau sabbatical year.

Pelajar memilih gap year atau tahun jeda bisa karena ingin bekerja dulu, belum menemukan jurusan yang cocok untuk kuliah, atau karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung untuk melanjutkan kuliah.

Oleh karenanya, gap year bukan berarti menanti kegagalan atau menunda kesuksesan. Memutuskan pilihan gap year juga bisa jadi keputusan terbaik karena sukses akan tetap bisa diraih.

Ditilik dari sejarahnya, konsep gap year bermula dari tradisi pemuda Jerman sebelum Perang Dunia ke-1. Pada waktu itu, mereka memutuskan rehat dari sekolah untuk berkeliling Eropa sebagai proses pendewasaan dan pencarian jati diri.

Baca juga: 3 Kerugian Gap Year, Bisa Bikin Malas dan Keluarin Banyak Uang

Akhirnya, konsep gap year menyebar ke seluruh dunia, mulai dari Asia, Eropa, Amerika, hingga Afrika.

Di Indonesia, memilih untuk gap year masih dianggap belum wajar. tetapi sudah banyak yang memutuskannya. Keputusan memilih gap year memang sangat bervariatif.

Ada banyak faktor yang mengharuskan siswa pada akhirnya mengambil gap year.

Universitas Bina Sarana Informtiksa (BSI) dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Senin (27/9/2021) menjelaskan, beberapa contoh alasan dan solusi dari adanya gap year.

Belum menemukan kampus dan prodi impian

Belum menemukan jurusan impian memang masalah klasik. Namun, alasan ini memang masih sering dialami para siswa karena belum mampu mengambil keputusan akibat kegalauan dalam memilih.

Baca juga: Apa yang Bisa Dilakukan Selama Gap Year?

Alasan ini juga disebabkan kurangnya informasi tentang beragam program studi (prodi) yang  diterima para siswa.

Oleh karenanya, mereka belum bisa membaca situasi dan kondisi, sehingga belum memutuskan kampus dan prodi yang menjadi tren saat ini.

Sebagai contoh, tren prodi favorit yang banyak diminati saat adalah teknologi digital. Berkaca dari sini, para siswa bisa saja memilih kampus berbasis teknologi informasi atau teknologi digital.

Di Indonesia, sudah banyak perguruan tinggi yang berbasis teknologi, seperti Universitas Bina Nusantara (Binus), Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Universitas Nusa Mandiri (UNM), Universitas Trisakti, Universitas Mercu Buana, Universitas Pelita Harapan (UPH), dan lainnya.

Kampus-kampus itu juga sudah menyediakan banyak pilihan prodi dengan background ilmu pengetahuan di bidang teknologi, seperti Ilmu Komputer, Bisnis Digital, Informatika, Teknologi Informasi, dan lainnya.

Baca juga: Ternyata Ini Alasan Stephanie Poetri Putuskan Ambil Gap Year

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com