KOMPAS.com - Untuk mencegah penyebaran Covid-19, pemerintah memberlakukan beberapa kebijakan di tiap daerah. Termasuk kebijakan penyekatan di Jembatan Suramadu beberapa waktu lalu.
Kebijakan wajib swab antigen ini membuat warga keberatan hingga memicu kericuhan beberapa waktu lalu.
Dari kacamata Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) Siti Aminah, emosi warga memuncak bukan tanpa sebab. Menurutnya, warga merasa kecewa atas kebijakan penyekatan tersebut.
"Secara kultural, warga sebetulnya bukan menolak penyekatan. Tetapi menolak cara dilakukannya penyekatan," kata Siti Aminah seperti dikutip dari laman Unair, Selasa (29/6/2021).
Baca juga: 1,9 Juta Lulusan SMA/SMK/MA di Indonesia Tidak Kuliah
Menurut warga, kebijakan terkait penyekatan kurang disosialisasikan. Alhasil, ratusan orang merasa dirugikan dan dihambat.
Aminah bahkan mengalami sendiri penyekatan Jembatan Suramadu pada hari pertama. Saat itu dia dalam perjalanan kembali ke Surabaya setelah melakukan beberapa riset di Madura.
Dia mengungkapkan, situasi kala itu sangat mengerikan. Ratusan kendaraan, mulai dari motor hingga bus berhenti mendadak di atas Jembatan sepanjang lebih dari 5 km itu.
"Saya sebagai salah satu yang terdampak kebijakan itu merasa kecewa. Saya tahu persis kondisinya. Saya dijemur di sinar matahari selama hampir 2 jam. Akhirnya bisa keluar Suramadu dengan menunjukkan KTP Surabaya," ujar Aminah.
Baca juga: Keren, Ini Nilai UTBK 2021 Tertinggi di Prodi Kedokteran
Meski telah menyertakan fasilitas kesehatan dalam pelaksanaan penyekatan, Aminah menyesalkan implementasi kebijakan yang kurang terkoordinir. Seharusnya penyekatan lebih dikoordinir dengan pemerintah kabupaten setempat.
Sementara dari perspektif geopolitik, Aminah memandang kebijakan penyekatan yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk membangun ketertiban dan kedisiplinan masyarakat di Madura.
Baca juga: Mahasiswa, Ini 5 Tips Hadapi Evaluasi Akhir Semester
Pemerintah juga memiliki kewajiban untuk menangani persebaran Covid-19. Salah satunya dengan membatasi pergerakan masyarakat.
Agar warga tidak merasa dirugikan, lanjut Aminah, maka aturan baru yang ditetapkan pemerintah juga perlu disampaikan secara baik-baik kepada semua masyarakat.
"Sosialisasinya harus melibatkan beberapa pihak dari masing-masing daerah di Madura, tidak bisa sendiri," imbuhnya.
Akibat cara penyekatan tersebut, mentalitas masyarakat Madura down. Ia menyayangkan kelalaian pemerintah dalam merencanakan kejelasan koordinasi di tingkat operasional.
"Jangan hanya membuat kebijakan, tapi harus kita lihat juga Siapa yang harus dilibatkan, bertanggung jawab terhadap apa," tegas Aminah.
Baca juga: Perusahaan Pertambangan Ini Buka Lowongan Kerja bagi S1, Cek Infonya
Dia menambahkan, aksi demo itu tidak ada kaitanya dengan kultur masyarakat Madura sama sekali.
"Siapapun kalau dirugikan atau dikecewakan pasti merasa tidak puas, kecewa, dan marah. Tapi kalau disampaikan baik-baik ya nggak," tutupnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.