Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Tingkatkan Mutu Pendidikan dan Layanan BK, Guru Besar UPI Rekomendasikan 2 Hal

Kompas.com - 09/06/2021, 12:59 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Guru Besar Bimbingan dan Konseling (BK) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Agus Taufiq menyampaikan dua rekomendasi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan secara umum dan layanan BK secara khusus.

Hal ini, kata dia, ditujukan agar para siswa di sekolah mencapai keberhasilan.

“Pertama diperlukan konsistensi antara regulasi dan kebijakan tentang BK di sekolah dengan aturan implementasinya. Baik di tingkat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) maupun provinsi dan kabupaten atau kota," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (9/6/2021).

Rekomendasi kedua, lanjut dia, meningkatkan kompetensi supervisi klinis bagi para dosen pendidik konselor di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), konselor pamong di sekolah mitra, dan para pengawas atau supervisor guru BK hingga konselor di lapangan.

Baca juga: Wapres Minta LPTK Pertimbangkan Kondisi Nyata Pendidikan di Indonesia dalam Mempersiapkan Guru

Agus menjelaskan, bimbingan dan konseling adalah bagian integral dari teori dan praktik pendidikan.

Dalam konteks pendidikan, kata dia, BK di sekolah berada dalam wilayah ilmu normatif, yaitu berfokus pada kajian utama bagaimana memfasilitasi dan membawa manusia berkembang dari kondisi apa adanya kepada bagaimana seharusnya.

“BK juga merupakan layanan psikopedagogis, baik dalam setting di persekolahan maupun luar sekolah sesuai konteks kultur, nilai, dan religi yang diyakini klien serta konselor,” ujar Agus.

Karena sifat normatif pedagogis ini, sambung dia, maka fokus orientasi bimbingan dan konseling adalah pengembangan perilaku.

Baca juga: Memperkuat Dimensi Pedagogis dalam Pembelajaran Daring

Menurut Agus, pengembangan perilaku seharusnya dikuasai oleh individu untuk jangka panjang. Sebab, hal ini menyangkut ragam proses perilaku pendidikan, karir, pribadi, keluarga, dan proses pengambilan keputusan.

“Karena posisi keilmuan dan filosofi itulah, konselor diposisikan sebagai salah satu komponen pendidik,” imbuhnya.

Pernyataan itu sesuai dalam pasal 1 ayat (6) Undang-undang (UU) Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Kendati demikian, sebutan konselor atau guru BK sudah disesuaikan dengan sistem yang ada. Pasalnya, nomenklatur konselor tidak ada dalam sistem aturan kepegawaian.

Baca juga: Ribuan Murid Drop Out sejak 2019, Pemprov Babel Evaluasi Peran Guru BK

“Perlu digaris bawahi, walaupun masih diberi label guru, namun tugas konselor bukan mengajar BK seperti halnya guru Matematika atau guru Sejarah,” ujar Agus.

Hal ini karena, bimbingan dan konseling bukan sebuah mata pelajaran, melainkan suatu layanan pemberian bantuan psikopedagogis kepada semua peserta didik.

Adapun tujuan BK untuk mencapai perkembangan optimal dalam aspek-aspek belajar, karir, sosial dan pribadi sesuai dengan potensi yang dimiliki.

“Dengan landasan legal itu, sudah tegas bahwa konselor adalah pendidik. Begitu pula layanan profesional yang dilakukan oleh konselor adalah bimbingan dan konseling. Kini saatnya untuk meletakan prinsip kebijaksanaan itu secara benar,” tegas Agus

Baca juga: Kementerian PPPA Sebut Masih Banyak Orangtua Butuh Bantuan Psikolog dan Konselor

BK sebagai profesi

Dalam kesempatan tersebut, Agus menjelaskan, bimbingan dan konseling di sekolah memiliki empat ciri utama sebagaimana kelaziman profesi secara universal.

“Pertama, adanya bidang layanan keahlian yang unik dan diakui oleh masyarakat serta pemerintah,” ujarnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com