Oleh: Frangky Selamat, Keni, Ida Puspitowati, Lydiawati Soelaiman | Dosen Tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara.
KOMPAS.com - Hari itu, Senin 16 Maret 2020, di sebuah kampus universitas swasta Jakarta, suasana terlihat lengang. Tidak ada mahasiswa tampak berlalu-lalang seperti lazimnya areal kampus yang terbilang cukup luas itu.
Tapi di pojokan kelas terdapat sedikit keramaian. Sejumlah dosen berkumpul. Mereka akan menghadiri rapat yang diselenggarakan program studi. Rapat mendadak diadakan itu akan membahas persiapan online learning atau e-learning.
Online learning? Ya, gara-gara kasus pasien terinfeksi virus korona baru, kini disebut Covid-19, yang pertama kali resmi diumumkan Pak Jokowi pada Senin, 2 Maret 2020, melonjak hingga 117 kasus, maka pemerintah mengumumkan work from home dan study from home.
"Saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah," ujar Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Minggu (15/3/2020) seperti yang wartakan Kompas.com, 16 Maret 2020.
Dan sekejap, sejak hari itu, dunia pendidikan Indonesia memasuki babak baru. Dari jenjang taman kanak-kanak hingga pendidikan tinggi. Sekolah-sekolah kosong. Kampus juga. Seluruh proses pembelajaran dijalankan di rumah masing-masing: online learning.
Selama ini tak pernah dibayangkan apalagi dijalankan bagaimana online learning itu dilaksanakan. Virus Korona memaksa itu terjadi.
Baca juga: PJJ Berkepanjangan, Pengamat Pendidikan UGM Khawatirkan Learning Loss
Sejatinya online learning tidak sekadar memindahkan proses pembelajaran di dalam kelas ke aplikasi video conference untuk meeting seperti Zoom, Microsoft Teams, Google Meet dan sebagainya. Atau cukup menggunakan Google Class Room.
Apalagi mengandalkan Whatsapp, Line atau email saja.
Online learning seperti dikutip Wikipedia adalah "Sistem pembelajaran elektronik atau e-pembelajaran yang dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan berupa situs web yang dapat diakses di mana saja."
Sementara Universitas Harvard mendeskripsikan online learning sebagai sebuah program baru yang didesain untuk mendukung akademisi dalam mentransformasi aktivitas yang dilakukan secara daring.
Suasana rapat saat itu penuh dengan perasaan bingung. Sama halnya dengan setiap peluncuran teknologi yang baru, adaptasi menjadi langkah awal dari penerapan online learning.
Adaptasi terasa mustahil karena harus dilakukan bersamaan dengan kekhawatiran terhadap pandemi. Sama sekali tanpa persiapan.
Belum lagi masalah jaringan internet. Alhasil, online learning yang saat itu didampingi dengan kurikulum darurat menjadi dipertanyakan, "Apa yang sebenarnya diperoleh melalui online learning?"
Pertanyaan yang sulit, apalagi kalau ditanyakan ke dosen dan mahasiswa yang selama seumur hidup sudah terbiasa belajar dengan kondisi luring. Tentunya tidak mudah untuk mengubah kebiasaan yang sudah dilakukan secara turun-temurun layaknya tradisi.