Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Tempe Naik, Pakar UGM: Perlu Substitusi dan Tingkatkan Kedelai

Kompas.com - 05/01/2021, 13:00 WIB
Dian Ihsan,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Harga tahu dan tempe sedang mengalami kenaikan yang drastis beberapa hari ini. Hal itu membuat Pakar Pertanian UGM Jamhari angkat bicara.

Menurut dia, tingginya harga tahu dan tempe bisa dijadikan untuk mensubstitusi kedelai, selain berupaya meningkatkan produksi kedelai dalam negeri.

Baca juga: Pakar IPB: Jenis Makanan Ini Cegah Covid-19

"Untuk membuat tempe tidak harus dengan kedelai, ada kacang-kacangan lain seperti koro pedang yang cukup baik dikembangkan, agar bisa substitusi kedelai impor," ungkap Jamhari melansir laman UGM, Selasa (5/1/2021).

Dia mengatakan, kedelai merupakan tanaman yang secara alamiah dapat berproduksi secara maksimal di daerah subtropis.

Sehingga cukup wajar jika produktivitas panen kedelai di Indonesia tidak sebaik negara produsen utama kedelai.

Sejumlah varietas kedelai yang ditanam di Indonesia, kata dia, sebenarnya memiliki potensi produksi yang cukup tinggi.

Tapi, selama ini masih terdapat celah antara potensi dengan jumah produksi yang nyata.

Indonesia minim lahan pertanian

Dia menyebutkan, salah satu penyebab rendahnya jumlah produksi kedelai di Indonesia adalah minimnya lahan pertanian.

Solusi jangka pendek untuk persoalan ini adalah mengintegrasikan pertanian kedelai dengan lahan tanaman perkebunan dan kehutanan.

"Indonesia dihadapkan pada permasalahan lahan pangan yang sangat terbatas. Termasuk kedelai yang mengusahakan bukan perusahaan besar, tapi petani kecil yang kurang lahan," tegas dia.

Baca juga: Pakar UGM: Temuan Baru Covid-19 Belum Tentu Berbahaya

Di sisi lain, lanjut dia, pengembangan industri produk substitusi dapat menjadi salah satu solusi jangka panjang, jika diupayakan secara serius oleh pemerintah dan pelaku industri.

Apalagi, bilang dia, pengembangan varietas seperti koro pedang belum mencapai produktivitas yang maksimal, karena kurangnya keseriusan dalam mengembangkan substitusi dari kedelai impor.

Padahal, ujung tombak dari upaya ini seharusnya terletak pada mereka yang memiliki sumber daya teknologi dan kemampuan untuk mengembangkan produk pertanian yang sesuai dengan iklim Indonesia.

Dengan komitmen yang baik, dia meyakini Indonesia mampu mengatasi masalah ketergantungan akan kedelai impor.

"Bisa, tapi harus serius. Sama seperti gandum yang menjadi bahan baku mi pun bisa disubstitusi dengan tepung ubi kayu, tapi komitmen ke situ belum serius," jelas dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com