KOMPAS.com - Teori konspirasi kembali muncul di media sosial soal pesawat yang terbang lurus, sehingga membuktikan bahwa Bumi berbentuk datar, bukan bulat.
Akun Facebook ini, pada Jumat (7/10/2022), mengunggah sebuah video yang menarasikan pandangan penganut flat earth atau Bumi datar.
"Pesawat akan terbang berjam-jam di ketinggian yang sama, tidak pernah menukik ke bawah mengikuti lekukan Bumi," ujar narator video, dalam terjemahan bahasa Indonesia.
Narator menggambarkan penerbangan dari Portland, Oregon, hingga ke Seoul, Korea Selatan dilakukan dengan mempertahankan kendali pesawat agar tetap ada di ketinggian yang sama dan terbang ke satu arah.
Lantas bagaimana keabsahan teori tersebut? Apakah pesawat yang terbang "lurus" dengan ketinggian tetap dapat membuktikan Bumi datar?
Anggota Dewan Asosiasi Instruktur Penerbangan Nasional dan mantan penyelidik kecelakaan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika, Greg Feith menjelaskan bahwa pilot bekerja untuk menyesuaikan ketinggian dan mempertahankan kecepatan pesawat.
Dilansir dari USA Today, Senin (31/10/2022), ketinggian pesawat dapat diukur menggunakan tekanan udara.
Pengukuran ketinggian pesawat membantu pilot memposisikan pesawat secara konsisten terlepas dari topografi spesifik di permukaan tanah.
Greg menyebutkan, ketinggian tekanan sangat dapat diprediksi dan konstan. Namun, lain halnya dengan ketinggian pesawat di atas permukaan tanah.
"Satu-satunya hal yang berubah adalah ketinggian pesawat di atas permukaan tanah karena geografi medan berubah," kata Greg.
Sehingga, klaim bahwa pesawat selalu dikendalikan dengan ketinggian yang sama memuat informasi yang keliru tanpa menjelaskan perbedaan ketinggian tekanan dan ketinggian di atas permukaan tanah.
Seperti dijelaskan sebelumnya, ketinggian posisi terbang pesawat berubah-ubah menyesuaikan permukaan Bumi. Sehingga, baik terbangnya lurus atau berbelok, itu tidak membuktikan bahwa Bumi berbentuk datar.
Peta penerbangan yang ada sering menunjukkan bahwa pesawat memiliki jalur terbang berbentuk busur.
Alasannya, karena Bumi berbentuk tiga dimensi, sementara peta berbentuk dua dimensi. Sehingga peta menyesuaikan garis yang ditempuh oleh pesawat.
Situs Engineerine menjelaskan, garis itu disebut dengan garis geodesik atau garis yang menentukan jarak terpendek antara dua lokasi yang bergantung pada permukaannya, yang mana tidak selalu lurus.
Adapun menghitung jalur tercepat pesawat tidak semudah yang dibayangkan.
Ada beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan, seperti batasan wilayah udara yang diberlakukan oleh berbagai negara, cuaca, lokasi bandara di sepanjang rute, hingga rotasi Bumi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.