KOMPAS.com - Grafik kasus Covid-19 di berbagai negara yang terus melandai tak menghentikan para penganut teori konspirasi untuk menyebarkan klaim menyesatkan.
Terbaru, sebuah film dokumenter anti-vaksin berjudul Watch the Water membeberkan sederet klaim keliru mengenai Covid-19 dan vaksin.
Film itu mengeklaim virus corona bukan virus, melainkan versi sintetis dari bisa ular yang disebarkan melalui remdesivir, vaksin mRNA, dan air minum.
Dikaitkan dengan kisah Taman Eden
Dilansir dari laman pemeriksa fakta PolitiFact, film "Watch the Water" berisi wawancara antara host radio sayap kanan Stew Peters dan Bryan Ardis, mantan chiropractor.
Peters memiliki riwayat menyebarkan teori konspirasi Covid-19, sedangkan Ardis dikenal karena mengeklaim bahwa obat remdesivir membunuh orang.
Film tersebut dirilis pada 11 April 2022 dan berdurasi 48 menit.
Baca juga: [Fakta Bicara] Chemtrail adalah Teori Konspirasi yang Tidak Terbukti
Dalam wawancara itu, Ardis mengaitkan kisah Taman Eden dengan plot dari sebuah acara TV fiksi untuk membangun klaim menenai skema pembunuhan massal umat manusia.
"Saya pikir rencananya adalah memasukkan DNA ular ke DNA ciptaan Tuhan," kata Ardis.
"Mereka menggunakan mRNA, yang saya percaya diekstraksi dari racun king cobra. Dan saya pikir mereka ingin memasukkan racun itu ke dalam diri Anda dan menjadikan Anda separuh Setan," tuturnya.
Menurut Dr David Relman, profesor mikrobiologi dan imunologi di Universitas Stanford, teori yang dipaparkan dalam video itu sangat jauh dari kenyataan, dan menunjukkan kurangnya pemahaman yang mendalam di bidang sains dan kedokteran.
"Tidak ada bukti apa pun bahwa SARS-CoV-2 atau COVID-19 disebabkan oleh ular atau bisa ular," kata Relman.
Baca juga: Teori Konspirasi di Video Plandemic dan Hoaks Terlaris di Media Sosial
Pada bagian awal video, Ardis melontarkan klaim keliru bahwa antibodi monoklonal identik dengan anti-bisa yang digunakan untuk menonaktifkan racun dari gigitan ular.
"Saya tiba-tiba menyadari bahwa antibodi monoklonal adalah anti-racun," kata Ardis.
"Pemerintah federal tidak ingin kita menggunakan anti-bisa. Mengapa mereka menghancurkan anti-bisa, dan mengapa kita menemukan anti-racun bekerja melawan Covid? Apakah itu bukan virus? Apakah itu racun?" ujarnya.
Namun, klaim itu dibantah oleh pakar.
Relman mengatakan, antibodi monoklonal yang digunakan untuk infeksi Covid-19 tidak mengenali atau mengikat racun ular.
"Mereka tidak ada hubungannya sama sekali dengan racun ular," ujar Relman.