KOMPAS.com - Hampir dua tahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia sejak kasus pertama diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020.
Upaya edukasi mengenai Covid-19; terkait penyebabnya, bahayanya, dan cara pencegahannya tidak putus dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, akademisi, maupun tokoh masyarakat.
Akan tetapi, upaya untuk memberikan pemahaman yang tepat mengenai penyakit baru ini ternyata terbentur dengan banjir informasi menyesatkan di media sosial.
Hoaks-hoaks terkait Covid-19 terus bermunculan, dan bahkan selalu menyesuaikan dengan perkembangan terkini penanganan pandemi, termasuk soal vaksinasi.
Infodemik, atau penyebaran informasi keliru secara masif, menjadi salah satu faktor penghambat yang menyebabkan pandemi tak kunjung usai.
Baca juga: Kominfo: Hoaks Seputar Covid-19 Mengancam Keselamatan Jiwa Masyarakat
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fajar Junaedi, mengatakan, perbedaan platform media sosial dengan media konvensional merupakan salah satu faktor yang mendorong hoaks terus bermunculan.
"Perbedaannya adalah bahwa konten di media sosial dapat disampaikan antara pengguna tanpa proses gatekeeping dengan penyaringan pihak ketiga, pemeriksaan fakta, atau penilaian editorial," kata Fajar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/1/2022).
Menurut Fajar, kesimpulan itu berdasarkan temuan Allcott dan Gentzkow (2017) yang dipublikasikan dalam artikel berjudul "Social Media and Fake News in the 2016 Election".
Artikel tersebut membedah peran media sosial dalam merebaknya berita palsu atau hoaks pada masa pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016.
Fajar mengatakan, ketiadaan proses penyaringan pada media sosial membuat hoaks lebih mudah dibuat dan disebarkan di platform tersebut, ketimbang melalui media massa arus utama.
Baca juga: Penipuan Berkedok Penghasilan Tetap dari Aset Kripto, Pahami Modusnya
Fajar menjelaskan, penelitian yang dilakukan sebelum pandemi itu menunjukkan bahwa hoaks digunakan oleh aktor politik untuk kepentingan politik dengan tujuan memengaruhi pemilih.
"Ini yang sebenarnya juga terjadi di masa pandemi ini. Pertarungan yang terjadi antara pemerintah dan oposisi terjadi terbawa dalam penyebaran hoaks yang terjadi di media sosial," ujar Fajar.